Friday, March 30, 2007

Foto News: 2 Tahun Gempa Nias

15 Persen Pembangunan Perumahan di Nias Ditelantarkan

Kompas, 30 Maret 2007

15 Persen Pembangunan Perumahan di Nias Ditelantarkan

Laporan Wartawan Kompas Khaerudin

GUNUNGSITOLI, KOMPAS--Sebanyak 15 persen dari total 6296 unit rumah yang dibangun Badan Rekonstruksi dan Rehabilitasi Nanggroe Aceh Darussalam-Nias atau BRR NAD-Nias ditelantarkan kontraktornya. BRR NAD-Nias sampai saat ini memutus kontrak pembangunan 423 unit rumah.
Selanjutnya, rumah-rumah yang ditelantarkan kontraktor tersebut, bakal diserahkan pembangunannya ke masyarakat setempat. Kepala Perencanaan dan Pengendalian BRR Wilayah Nias Koni Samadhi menuturkan, sudah ada tiga kontraktor yang telah di-black list oleh BRR akibat menelantarkan proyek pembangunan perumahan. Proyek perumahan yang ditelantarkan tersebar di beberapa lokasi, antara lain Kecamatan Mandrehe dan Gido.
Menurut Koni, penyebab ditelantarkannya proyek-proyek perumahan tersebut karena kontraktor tidak menggunakan uang muka proyek kurang sesuai peruntukannya. Sebelum memulai proyek, BRR menurut Koni memberikan uang muka sebesar 30 persen dari total nilai proyek.
“Namun uang tersebut tidak digunakan semestinya. Bukannya malah digunakan untuk membeli bahan bangunan, kontraktor malah menggunakan uang muka tersebut untuk membeli kendaraan. Saat uang muka habis dan belum ada lagi kucuran dana proyek, mereka kemudian menghentikannya sementara waktu,” kata Koni di Gunungsitoli, Selasa (30/1).
Keterlambatan akibat penggunaan uang muka proyek ini menurut Koni tak bisa ditolerir karena masyarakat Nias sudah sangat membutuhkan perumahan, setelah hampir dua tahun mereka menempati penampungan pengungsi sementara atau di tenda-tenda. Koni menilai, kondisi ini terjadi akibat kontraktor yang mengikuti tender ternyata tidak memiliki kapasitas yang memadai untuk membangun proyek perumahan warga.
Akal-akalan kontraktor
Dia mengakui, saat melakukan tender sebenarnya BRR sudah melakukan verifikasi terhadap semua peserta. Namun terkadang, banyak kontraktor yang terus melakukan akal-akalan dan tidak diketahui BRR. “Kontraktor ini kan banyak akalnya, kadang sudah kita antisipasi, mereka punya cara lain mengelabui kami,” ujarnya.
Terhadap proyek-proyek perumahan yang ditelantarkan kontraktor tersebut, BRR lanjut Koni akan melanjutkan pembangunannya dengan skema berbasis masyarakat. “Nantinya kami akan serahkan pembangunannya ke masyarakat. Kami berikan dana langsung ke masyarakat, dan masyarakat yang membangunnya sendiri sesuai keinginan mereka,” ujarnya.
Pembangunan perumahan berbasis masyarakat ini nantinya juga menjadi skema proyek perumahan BRR dalam waktu mendatang. Tahun 2007 sebanyak 2193 unit rumah dibangun menggunakan skema ini. “Kalau dibangun kontraktor rumahnya akan seragam, sementara jika masyarakat yang membangun, nantinya mereka sendiri yang menentukan, seperti apa rumahnya,” tutur Koni.
Sejak bertugas di Nias April 2005 sampai dengan akhir tahun 2006 jumlah proyek perumahan yang selesai dibangun BRR sebanyak 4.389 unit. Tahun 2006 BRR merencanakan membangun 6.296 unit rumah, namun yang selesai baru 2.733 unit, sementara sisanya sebanyak 3.140 unit dibangun secara carry over dananya di tahun 2007.
“Mekanisme carry over dana di tahun 2006 untuk digunakan tahun 2007 dimungkinkan karena khusus untuk Aceh dan Nias kami menggunakan mekanisme tahun jamak, sehingga proyek rekonstruksi tidak harus selesai akhir tahun anggaran atau tanggal 31 Desember setiap tahunnya,” kata Koni.
Kepala Perwakilan BRR Nias William P Sabandar menurturkan, selain pembangunan perumahan, untuk tahun 2007 prioritas BRR di Pulau Nias adalah memperbaiki infrastruktur transportasi dan pembangunan kesehatan. Perbaikan transportasi darat, laut dan udara akan dipadukan untuk mempercepat aksesibilitas dan mobilitas warga. Sedangkan untuk pembangunan kesehatan, Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Gunungsitoli bakal dijadikan rumah sakit rujukan di pulau ini.

ADB and BRR Lead Mid-Term Review of ETESP’s SPEM Project in Nias

GUNUNG SITOLI, NIAS, March 16, 2007. Asian Development Bank (ADB) and Black & Veatch organized a mid-term review of Earthquake and Tsunami Emergency Support Project Package 24 (ETESP-24) project under the auspices of Rehabilitation and Reconstruction Agency NAD-Nias (BRR NAD-Nias) and Agency for Regional Development Planning (Bappeda) in Nias on the work completed in four of the eight sub-districts namely Botomuzoi, Hiliduho, Namohalu Esiwa, and Tugala Oyo. It aims to disseminate the preliminary information gathered across these sub-districts and to seek BRR and Bappeda’s support for the ongoing activities.

The mid-term review was completed on March 6, 2007 in Bappeda Nias office and was well attended by delegates from Bappeda, ADB, BRR, NGO, and the community leaders from Hiliduho, Lotu, Botomuzoi and Namohalu Esiwa sub-districts. Topics discussed included ideas which will be incorporated into the RKPD, Rencana Kerja Pemerintah Daerah, (Local Government’s Work Plan) and other NGO programs.

“We are delighted with what ETESP-24 has achieved. We would appreciate if the coverage is extended to the remainder of the island. We plan to incorporate these projects into our next budgeting and planning cycle,” says the Head of the Bappeda in Nias, Baziduhu Zebua.

A similar enthusiasm is expressed by William Sabandar, the Head of BRR Nias, “I expect ETESP-24 would cover all sub-districts in Nias and Nias Selatan and should be used not only by BRR, but also other stakeholders, the local government, NGOs, and donor agencies. These Action Plans will facilitate future planning for the local government and BRR.”

Since November 2006, Black & Veatch, under contract with the Asian Development Bank’s (ADB) Earthquake and Tsunami Emergency Support Project Package 24 (ETESP-24) has been focusing on Spatial Planning and Environmental Management (SPEM) at the sub-district (kecamatan) level. This specific project, ETESP-24, is part of a suite of rehabilitation and reconstruction projects funded by the ADB and coordinated by the BRR, Badan Rekonstruksi dan Rehabilitasi NAD-Nias (Rehabilitation and Reconstruction Agency NAD-Nias). The technical assistance will produce frameworks to assist “building back better” the areas in Aceh and Nias affected by the disasters.

ETESP-24 focuses on preparing spatial development planning frameworks and action plans for selected sub-districts and consolidates a broad spectrum of issues such as location data and stakeholders inputs as a basis for more accurate and balance detailed planning in the future. The frameworks include information on population and land area, land usage, economic activities and livelihood, environment and natural resources, government and institutions, social services, and infrastructure. Kecamatan Spatial Frameworks and Action Plans (KSF-APs) are being prepared for 20 sub-districts designated by BRR in Nias, Simeulue and Aceh Selatan.

Attending the mid-term review, Rehan Kausar, ADB’s Housing and Spatial Planning Advisor, explains, “These KSF-APs are not just documents but extremely valuable planning tools. That is why the involvement of the BRR and Bappeda is crucial to endorse this exercise. These frameworks identify projects in terms of priority and ideally should feed into the district’s public expenditure plan.”

The Team Leader of ETESP-24, William Bloxom, notes that while the current scope of work covers only eight sub-districts in Nias, these plans should serve as a model for the next session of field work.
According to him, one of the key aspects of this approach is defining the linkages between the individual sub-district plans. “If the same approach is followed for the remaining sub-districts, Nias would end up with an integrated network of plans all nested within the overall district spatial plan.”

The KSF-AP and data analysis are expected will be available for government planners and decision makers, donor organizations, local and international NGOs, community leaders and other organizations involved in development, reconstruction and rehabilitation in NAD-Nias.

“I think it’s important to start sharing that sub-district information with the UN, NGOs and the various Red Cross organizations. UNORC is always ready to work together and share information and data. Using these frameworks will help NGOs and UN in the coming years to identify small infrastructure project and seek the necessary funding,” recommends the Head of Office of the United Nations Recovery Coordinator for Aceh and Nias (UNORC) Nias office, Ros Young. She also explained that the problem in Nias for the last two years is that there weren’t much information about the conditions on the island.

To support effective and comprehensive planning, ETESP-24 utilizes the latest GIS technology and methods to determine and present up-to-date spatial information about an area. This information will facilitate more accurate and realistic determination of needs and more effective comparison of factors so the selected projects will contribute to a more rational and sustainable development.

As strengthened by T. Nirarta Samadhi, Head of Planning and Controlling Division of BRR Nias, “The advantage of ETESP-24 is that it will provide a geospatial database in mapping format as basis for decision making.”

For more information about ETESP-24 and other ETESP projects, please contact:






© ETESP-24 SPEM March 2007

ADB Extended Mission in Sumatera
Head of ADB-EMS
Jln. Cut Nyak Dhien 375, Lamteumen Timur
Banda Aceh, NAD 23236
T: 0651 41429 F: 0651 45773
www.adb.org


BRR Nias Representative
Head of Planning and Controlling Division
Jln. Pelud Binaka Km 6,6 Desa Fodo
Gunung Sitoli, Nias
T: 0639 22848 F: 0639 22035
www.brr.go.id


BRR NAD-Nias
Deputy of Housing and Settlement
Jln. Muh. Thaher 20, Leung Bata
Banda Aceh, NAD 23247
T: 0651 636666 F: 0651 637777
www.brr.go.id

Thursday, March 29, 2007

Sudah Terlalu Lama di Pengungsian_KOMPAS

Kompas, 28 Maret 2007

Pascagempa NiasSudah Terlalu Lama di Pengungsian

khaerudin

Masrifa Tanjung masih ingat penghasilannya saat menjadi nelayan sebelum gempa bumi mengguncang Pulau Nias, 28 Maret 2005. Ia mengantongi Rp 300.000 per minggu. Kini, meraih Rp 10.000 per hari, bapak enam anak ini merasa sulit luar biasa.
Sebelum gempa, Masrifa bersama keluarganya mengontrak rumah, yang kemudian hancur tak bersisa. Setahun sejak gempa, Masrifa dan ratusan keluarga nelayan bernasib sama tinggal di tenda pengungsian di Gunungsitoli. Sejak setahun terakhir, ia menghuni perumahan sementara di Lamcandika Pramuka, Desa Saewe, 5 km dari Gunungsitoli.
Dua tahun setelah gempa, kehidupan bertambah sulit bagi Masrifa dan keluarganya. Bantuan makanan yang biasa didapat dari Program Pangan Dunia PBB (WFP) praktis tak lagi mereka terima sejak Desember. Untuk menghidupi keluarganya, Masrifa bekerja serabutan. "Kadang jadi kuli angkut pupuk di gudang FAO (Organisasi Pangan dan Pertanian). Upahnya Rp 10.000," tutur Masrifa.
Tak jauh berbeda dengan nasib keluarga Masrifa, keluarga Ramadhan Zebua merasakan hal yang sama. Istrinya, Warni Nduru, bekerja sebagai pengumpul ikan untuk dijual ke pasar di Gunungsitoli. Sekarang, baik Ramadhan maupun Warni tak lagi punya pekerjaan tetap.
Ancaman berbagai penyakit, seperti diare dan infeksi saluran pernapasan akut, menurut Warni, kini memang tak lagi menghantui keluarganya. Kesulitan air bersih dan kumuhnya permukiman tak lagi jadi masalah.
Namun, tinggal di pengungsian (shelter) bagi Warni dan Ramadhan kurang layak. Tanah di shelter didirikan bukan milik pengungsi korban gempa. Menurut Ramadhan, Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi (BRR) Nanggroe Aceh Darussalam-Nias sempat menjanjikan lahan untuk ditinggali para pengungsi.
"Pengungsi diminta mencari calon lahan yang akan ditempati, BRR yang mengurus pembeliannya. Rumah shelter yang ditinggali kini bakal dipindah ke lokasi itu," kata Ramadhan.
Hingga dua tahun setelah gempa, janji itu belum bisa direalisasikan oleh BRR. Masih ada 30 keluarga yang tinggal di shelter Lamcandika Pramuka.
"Orangtua dan anak perempuan biasanya tinggal di dalam kamar, sementara anak laki-laki di luar kamar," kata Warni.
Di belakang shelter, setiap pengungsi memodifikasi sendiri ruangan yang berfungsi sebagai dapur. Bekas tenda di pengungsian digunakan sebagai atap dapur. Untuk keperluan sanitasi, BRR membangun fasilitas tugu keran air dan mandi, cuci, kakus (MCK) di sekitar lokasi shelter.
Setahun sejak tinggal di shelter, para pengungsi sempat mempertanyakan kepastian tempat tinggal mereka ke BRR. Sayang, hingga kini badan yang bertanggung jawab terhadap proses rehabilitasi dan rekonstruksi di Nias ini hampir tak dipercayai lagi oleh pengungsi.
Dengan nada putus asa, Ramadhan mengatakan, kini dia dan banyak pengungsi lain tak percaya lagi dengan janji-janji BRR. Ia merasa tak nyaman tinggal di shelter yang dibangun di atas tanah bukan miliknya.
Masrifa ingin keluarganya kembali hidup normal seperti sebelum gempa mengguncang Nias. Kalaupun BRR ingin membantu, menurut Masrifa, seharusnya mereka berpikir bagaimana para pengungsi ini mendapatkan kembali pekerjaannya.
Menurut Manajer Komunikasi dan Informasi Publik BRR Perwakilan Nias Emanuel Migo, BRR kesulitan mengatasi pengungsi yang dulunya tak memiliki rumah. Menurut dia, BRR tak mungkin membeli tanah karena rekonstruksi di Nias bersifat merekonstruksi bangunan yang hancur akibat gempa. "Kalau gempa kan tanahnya tetap ada," kata Migo.
Ia menuturkan, BRR saat ini tengah memikirkan solusi bagaimana korban gempa yang tak memiliki tanah tetap bisa mempunyai tempat tinggal permanen. Salah satunya memberikan skema pinjaman ke pengungsi untuk membeli tanah. Selanjutnya, BRR akan membantu membangun rumah bagi pengungsi setelah mereka mendapat tanah. "Sebenarnya kami tak boleh berpikir sampai sedetail itu, tetapi kami tengah mengusahakannya," kata Migo.

Saturday, March 24, 2007

Peringatan 2 Tahun Bencana Gempa Nias

Mengenang 2 tahun peristiwa Gempa Bumi dasyat di Kepulauan, 28 Maret 2007 BRR Perwakilan Nias mengadakan beberapa kegiatan pendukung sebagai berikut:
1. Pemasangan Spanduk Ajakan Agar Masyarakat Berpartisipasi dalam pembersihan lingkungan dan menyampaikan syukur atas berbagai kemajuan yang sama-sama telah kita lakukan hingga 2 tahun pasca bencana.
2. Pemutaran film di lapangan merdeka Gunungsitoli dan Teluk Dalam mengenai kemajuan rehabilitasi dan rekonstruksi dan film yang membangkitkan harapan lainnya.
3. Kunjungan media ke Nias dan Nias Selatan (3 hari), tanggal 28, 29, 30 Maret 2007. Media yang diundang adalah: Kompas, The Jakarta Post, Detik News, ANTARA, SIB, Analisa, Waspada dan Medan Bisnis.

BRR Perwakilan Nias menyatakan dukungan dna terima kasih kepada Pemkab Nias dan Nias Selatan, agency dan masyarakat Nias yang melaksanakan kegiatan peringatan 2 tahun bencana gempa.

Berikut jadwal kunjunga media ke Nias:
28-Mar-07
6.00 : 9.00
Ke Gunungsitoli dari Medan (Penerbangan Pertama)
9.00:10.00
Briefing mengenai kemajuan rehab-rekon dan konsep pembangunan Nias yg lebih baik (Kepala Perencanaan & Pengendalian T. Nirarta Samadhi, Ph.D)
10.00:13.00
Project Site Around Gunungsitoli
Group 1 (Infrastruktur)
Transportation infrastructures:Kemajuan yang signifikan dan upaya nyata mengatasi hambatan transportasi Nias (PPK Infrastruktur & Perumahan Buyung Sitompul)
Group 2 (Kesehatan)
Kesehatan Berjenjang dan rekonstruksi kesehatan (Konsultan Kesehatan Dr Astrid Kartika & Manager Sosial Fence Lase)
13.00:14.30
Makan siang/Istirahat
14.30:16.00
Lanjutan: Infrastruktur dan Kesehatan
16.00:18.00
Group 1 (Air Minum)
Pengembangan Air Minum (PPK PLP & Air Minum: Armansyah Siregar)
18.00:19.30
Makan malam/istirahat
19.30:11.00
Liputan Umum/Peringatan 2 Thn Gempa
Meliput kegiatan peringatan gempa yang diselenggarakan oleh Pemda Nias & agency lainnya (Staf PIC Eddy Lase)


29-Mar-07
7.30:9.00
Makan Pagi
9.00:13.00
Menuju Nias Selatan (Various)
Melihat kemajuan rekonstruksi sepanjang perjalanan menuju ke Nias Selatan (Staf PIC Eddy Lase dan Staf Umum Nisel Mukami Bali)
13.00:14.00
Makan Siang di Genasih
14.00:15.00
Menuju penginapan (sorake)
15.00:17.00
Group 1 (Pariwisata)
Potensi pariwisata pantai dan tradisi d Nias serta bantuan rekonstruksi (BRR Distrik Nisel: Waspada Wau)
Group 2 (Infrastruktur)
Kemajuan dan hambatan rekonstruksi di Nisel (Kepala Distrik Nisel: Siduhu Dachi)
17.00:19.00
Ramah tama dengan Kepala Distrik Nisel & Briefing strategi rekonstruksi Nisel (Kepala Distrik Nisel Siduhu Dachi)

30-Mar-07
7.30:8.30
Makan pagi
8.30:9.30
Kunjungan ke Sekitar Kota Teluk Dalam
Sumber berita alternatif di pemerintahan dan masyarakat
9.30:12.30
Ke Gunungsitoli
13.30:14.00
Wawancara Kepala BRR Perwakilan NiasWilliam P. Sabandar, Ph.D
Konfirmasi dan Rekonstruksi Nias selanjutnya
14.00: Ke Medan

Media yang diundang adalah: KOMPAS, ANTARA, DETIK NEWS, THE JAKARTA POST, SIB, ANALISA, WASPADA, MEDAN BISNIS.

Wednesday, March 21, 2007

Tanggapan Ika Christina Kepada Andre Vitchek

Berkaitan dengan artikel Andre Vitchek dengan judul "Indonesia: Bencana Alam atau Pembunuhan Masal" (Indonesia: Natural Disaster or Mass Murdes?) yang dimuat di berbagai media dan terjemahannya kami muat di sini, maka Ika Christina mengirim tulisan tanggapan dan meminta kemi memuatnya.
Berikut tanggapan Ika Christina kepada Andre Vitchek:


To: andre-wcn@usa.net
Subject: disaster in indonesia

Dear mr.andre vitchek
i have just read your writing for japan focus from email with the title: natural disaster or mass murder? thank you very much for your concern towards our country. thank you very very much to remind us that we, indonesians, have so much of problems. i'm sure by now, your writing has been traveling all around the globe through the net and yet by now, perhaps half of this planet citizen have noticed for hundred times that indonesia history until present has left nothing but a bad name.

dear mr.vitchek,
do you notice that indonesia is now moving onward to eliminate corruption, and it is now not anymore as the most corrupt country on earth?
do you know that tsunami, earthquake, and landslides has nothing to do with corruption nor with government corruption? they are natural disasters, and nature created by GOD. (all kids in indonesia know this very well!). quote in green highlight below is just to remind you of your writing:

in the wake of major earthquakes, tsunamis and landslides, citizens are encouraged to pray, instead of analyzing facts, particularly the facts of government failure and corruption.


Indonesia ?s press and mass media report every disaster in excruciating detail. But they fail to provide analysis to show that what is happening is extraordinary and intolerable, that probably no other major country is experiencing such devastating loss of human lives due to disasters that are either man-made, easily preventable, or subject to government action to minimize casualties

you are complaining for failure of analysis, but your writing have failed before reaching the analysis level. you make a very unsensible hypothesis of relationship between catastrophe and government failure. what kind of hypothesis is it?????

i assume you have never read any indonesian newspaper nor mass media. or maybe your understanding for bahasa indonesia is very little. i put pitty on you, since i have read so many articles about analysis and reviews on indonesian newspapers and magazines. let me inform you some of our prestigious mass media where you can find those articles / reviews: kompas, gatra, tempo. have ever heard of those media names? please inform me if you have trouble searching for them. i can send you some of my old magazines and newspapers if you want to.

dear mr.vitchek,
do you know the situation that indonesia is facing now is very common for a developing country? please stay at least for 5 years in philipina, bangladesh, and india, before you start moaning about indonesia. you will find that this "disaster" situation also happen in other countries. please allow me to remind you about american history, before america reached its glory for capturing saddam husein and ruining afganistan , by reading a paragraph below:

In the late 17 th and early 18 th century, a specific concept of corruption, what I called “systematic corruption,” crystallized in Britain and spread to the American colonies and France . Having identified the disease, all three societies spent a century or more designing and implementing constitutional reforms to protect their political system against systematic corruption.
(“The concept of systematic corruption in American History”, John Joseph Wallis, University of Maryland and National bureau of economic research, april 2005 – www.bsos.umd.edu/gvpt/apworkshop/wallis05.pdf )

have you ever anayzed this before????

so, mr.vitchek, once again i'm thanking you for your great concern towards our country. there are more i would love to discus with you. however, if I can beg you, i cry more for solution from you, to show how much you care for our country that is now famous due to your thoughtful writing.

looking forward to reading more of your writing, mr.vitcheck!

warm regards from indonesia,
ika christine.
(an indonesian)

Friday, March 16, 2007

BRR Nias Siapkan Rp 1,2 Triliun Bangun 4 Pelabuhan Laut dan Bandara Binaka

Written by Redaksi
Mar 15, 2007 at 08:48 AM
Medan (SIB)Tahun 2007 Badan Rehabilitasi & Rekonstruksi (BRR) Perwakilan Nias akan melelangkan.........
sejumlah proyek besar bidang infrastruktur di antaranya empat pelabuhan laut dengan total nilai Rp 50 miliar serta pengembangan lanjutan Bandara Binaka dan pembangunan Bandara Teluk Dalam dengan total nilai mencapai Rp 15 miliar. Sedangkan anggaran yang disiapkan BRR untuk tahun 2007 mencapai Rp 1,2 triliun untuk Kabupaten Nias dan Nias Selatan.Selain empat pelabuhan itu, BRR juga akan melelangkan pembangunan Pelabuhan laut Gunung Sitoli dengan nilai konstruksi mencapai Rp 80 miliar yang tendernya dilakukan dengan mengikutsertakan peserta dari luar negeri.Kepala BRR Perwakilan Nias William Sabandar mengungkapkan hal itu menjawab wartawan di Bandara Polonia, Rabu (14/3) sesaat akan bertolak ke Banda Aceh mengikuti pertemuan dengan BRR NAD.Menurutnya, empat pelabuhan yang akan dibangun itu masing-masing pelabuhan laut di Teluk Dalam, Sirombu, Pulau Tello dan Lolowau.Selain pembangunan sektor infrastruktur bidang transportasi itu, tahun 2007 ini katanya, BRR juga akan menggenjot program pemberdayaan ekonomi dengan menyalurkan kredit mikro. Untuk penyalurannya, kini tengah dijajaki kerjasama dengan bank-bank yang memiliki jaringan luas di Nias dan Nias Selatan di antaranya BRI dan Bank Sumut.Ia menargetkan BRR akan menyelesaikan pekerjaan jalan hingga akhir tahun 2007 hingga 50 persen dari sekira 400 kilometer total panjang jalan Propinsi di Pulau Nias. Ini terus dipacu agar sebelum berakhirnya masa tugas BRR di Nias tahun 2009 seluruh jalan Propinsi yang menjadi prioritas bisa mulus.Selain telah melaksanakan pembangunan dalam rangka rehabilitasi dan rekonstruksi itu, BRR kata William tetap melakukan pengawasan dan penindakan terhadap pihak-pihak yang terkait pelaksanaan pembangunan baik para kontraktor pelaksana hingga para jajaran BRR sendiri yang menangani langsung satuan kerja masing-masing. BRR Perwakilan Nias katanya juga tetap mengawasi para penerima aliran bantuan baik rumah, bantuan bibit maupun bantuan kredit mikro bagi usaha kecil menengah agar benar-benar tepat sasaran. Karena ternyata belakangan, banyak kasus yang didapati adanya penggandaan maupun manipulasi data korban dan nilai kerugian serta penerima bantuan itu bahkan bukan si korban.Di jajaran BRR sendiri ada beberapa kasus yang melibatkan kontraktor dan beberapa Kasatker yang telah ditindak dan dilanjutkan ke jalur hukum seperti dialami Kasatker Perumahan pada pertengahan tahun 2006 dan Kasatker Ekonomi pada akhir tahun 2006. “Jadi selain diputus kontraknya, para pelaku yang tak bertanggungjawab itu juga kita serahkan ke jalur hukum. Hanya saja kita terkadang tidak mengekspose penindakan itu ke publik,” ujarnya. Selain itu, PT Adhi Karya selaku BUMN bergerak bidang konstruksi juga telah ditegur oleh Pengawas BRR Letjen (Purn) TB Silalahi karena mengalami keterlambatan selama 3 bulan dalam menyelesaikan pembangunan 4 unit jembatan yang panjang totalnya 300 meter. Pekerjaan itu yang dimulai pertengahan tahun 2006 itu kata William, ditargetkan selesai akhir Desember 2006, tetapi molor. Memang lanjutnya, keterlambatan pekerjaan itu diakibatkan dua faktor yakni adanya kekurangan material atau bahan dan adanya kerusuhan masyarakat sekitar. “Untuk itu pak TB Silalahi kemarin di Jakarta telah mengultimatum agar Adhi Karya harus menyelesaikan paling lambat 4 April 2007 mendatang. Kalau terlambat akan didenda, bahkan kalau terlambat sampai 50 hari maka Adhi Karya siap diputus kontraknya,” ujar William yang dalam pertemuan itu ikut mendampingi TB Silalahi.Pak TB Silalahi kata William juga mengingatkan PT Adhi Karya selaku BUMN agar memberi contoh yang baik bagi kontraktor-kontraktor dalam melaksanakan seluruh pekerjaan yang dimenangkannya. (B3/y)

BRR Nias akan Tenderkan Pembangunan 4 Pelabuhan

Tender Pelabuhan Gunung Sitoli Diumumkan Secara InternasionalKamis, 15-03-2007
*hisar hasibuan MedanBisnis – Medan Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi (BRR) Nias akan menenderkan pembangunan empat pelabuhan di Nias. Sementara satu lagi pelabuhan yang akan dibangun di Gunung Sitoli, Kabupaten Nias, akan ditenderkan secara internasional.Kepala BRR-Nias, William Sabandar, mengatakan hal itu kepada wartawan di Bandara Polonia, Rabu (14/3). “Keempat pelabuhan tersebut akan dibangun di daerah Lahewa di Kabupaten Nias, Teluk Dalam, Sirombu dan Pulau Telo di Kabupaten Nias Selatan pada tahun ini. Total nilai proyek tersebut di atas Rp 50 miliar,” jelasnya. Sedangkan satu pelabuhan dengan total nilai proyek mencapai Rp 80 miliar akan dibangun di Gunung Sitoli. Khusus untuk pelabuhan ini, pengumuman tender akan dilakukan secara internasional. William mengatakan, pembangunan pelabuhan tersebut merupakan bagian dari prioritas pembangunan infrastruktur khusus sektor transportasi. Namun belum diketahui pada bulan berapa tender itu akan diumumkan. Selain pelabuhan, BRR-Nias juga akan mengalokasikan dana sebesar Rp 8 miliar untuk pengembangan Bandara Binaka di Kabupaten Nias. Sementara di Kabupaten Nias Selatan akan dibangun bandara dengan nilai Rp 7 miliar untuk pembangunan tahap pertama. “Untuk infrastruktur jalan di Nias, hingga akhir tahun 2007, kita menargetkan 50% dari total panjang jalan propinsi sekitar 400 kilometer sudah diaspal hotmix. Sampai saat ini, jalan yang sudah diperbaiki dan mendapat aspal hotmix masih berkisar 25%,” ujarnya.Sepanjang tahun 2006 lalu, beberapa kontraktor bidang perumahan, satu tenaga konsultan juga telah menjalani proses hukum. Hal ini dilakukan karena kontraktor tersebut telah membangun rumah yang tidak layak dan tidak sesuai dengan kriteria yang ditetapkan BRR-Nias.“Selain itu, satu orang mantan kepala satker bidang ekonomi juga telah ditahan aparat berwajib. Penahanan tersebut terkait dengan kasus pembuatan perahu nelayan dengan nilai kontrak Rp 5 miliar,” ujarnya. Peringatkan PT Adi KaryaWilliam juga mengatakan, dewan pengawas BRR NAD-Nias juga telah memperingatkan PT Adi Karya untuk segera menyelesaikan pembangunan empat jembatan di Kecamatan Lolowau, Nias Selatan. “Seharusnya pembangunan 1 jembatan gearder dan 3 jembatan beton tersebut sudah selesai pada akhir Desember 2006 lalu. Namun sampai sekarang belum selesai. Dewan pengawas BRR NAD-Nias akhirnya memanggil direktur utama perusahaan tersebut,” ujarnya.Lebih lanjut dikatakan, Dirut PT Adi Karya telah mengakui adanya keterlambatan tersebut. Pihaknya juga kemudian telah mengganti jajaran manajer proyek lapangan dan memperbaiki kinerjanya. “Dewan pengawas kemudian memperpanjang waktu pembangunan jembatan hingga April 2007. Jika dalam waktu tersebut, tidak selesai, maka perusahaan itu akan dikenakan denda. Dirut PT Adi Karya sudah berjanji untuk menyelesaikan pembangunan jembatan sesuai dengan waktu yang diberikan,”tegasnya.

Thursday, March 15, 2007

BENCANA ALAM ATAU PEMBUNUHAN MASSAL?

Oleh: Andre Vitchek [*]

Lain hari, terjadi lagi kehilangan nyawa yangsesungguhnya tidak perlu: 16 orang terbunuh dan 16orang masih hilang pada saat banjir dan longsor diTahuna, sebuah pulau kecil dekat Sulawesi.Dengan kecepatan yang mengerikan, Indonesia telahmenggantikan Bangladesh dan India sebagai bangsa yangpaling rentan bencana di dunia. Jika nama Indonesiamuncul pada daftar judul utama di berita Yahoo, besarkemungkinan telah terjadi lagi suatu tragedi besaryang sesungguhnya tidak perlu terjadi di salah satupulau dari kepulauan yang tersebar luas ini.Pesawat terbang hilang atau tergelincir di landasanpacu, kapal-kapal ferry tenggelam atau rontok dilautan bebas, kereta api bertabrakan atau tergelincirsatu kali seminggu, penumpang yang tak berkarcisberjatuhan dari atap yang berkarat. Tumpukan sampahyang berbau busuk dan tidak diatur telah menimbunkelompok pemulung yang tak berdaya, tanah longsortelah menghanyutkan rumah-rumah kardus ke anak-anaksungai, gempa bumi serta gelombang pasang telahmenghancurkan kota-kota serta desa-desa pantai.Kebakaran hutan di Sumatra telah menyesakkan nafaspenduduk di daerah yang luas di Asia Tenggara.Ruang lingkup bencana sebesar ini tidak pernah terjadisebelumnya dan sungguh aneh jika mengabaikannnyasekedar sebagai nasib jelek bangsa atau amarah Tuhanataupun karena amarah alam belaka. Sebagian besarbencana ini harus dipersalahkan pada korupsi,inkompetensi atau sekedar ketidakacuhan dari kelompokelite yang sedang berkuasa dan para pejabatpemerintah. Adalah kemiskinan, minimnya projek untukkepentingan umum, dan kegemaran [para pejabat untuk ]mencuri yang membunuh ratusan ribu prya, wanita sertaanak-anak Indonesia yang tidak berdaya.Sejak kudeta militer dalam tahun 1965 yang disponsoriAmerika Serikat yang menjatuhkan Sukarno, danmenaikkan rezim militer yang sangat anti komunis,korup, dan pro pasar dari diktator Suharto, Indonesiaterhindar dari pengawasan yang sungguh-sungguh darimedia dan pemerintahan negara-negara Barat. Setelahjatuhnya Suharto dalam tahun 1998, Indonesia dipujioleh media massa sebagai suatu demokrasi yang sedangtumbuh dan semakin toleran.Sebagian dari bencana ini adalah buatan manusia; [dan]hampir semuanya malah bisa dicegah. Dalam penelusuranyang lebih cermat semakin jelas terlihat bahwaorang-orang mati karena hampir tidak ada upayapencegahan, kurangnya pendidikan (Indonesia merupakannegara yang ketiga paling rendah prosentase GDPanggaran pendidikannya sesudah Equatorial Guinea danEcuador) dan suatu sistem ekonomi pro pasar yang buasyang membiarkan sekelompok kecil orang kaya untukmemperkaya dirinya sendiri di atas penderitaan orangbanyak yang hidup dengan biaya kurang dari dua dollarsehari.Kesimpulan yang dapat ditarik terhadap bagaimanaberfungsinya masyarakat Indonesia bisa sangatmengerikan. Namun, menghindari pengungkapan hal initidak diragukan lagi akan menyebabkan jatuhnya korbannyawa yang berharga dari ratusan ribu manusia.Indonesia didorong oleh semangat mencari untung dalambentuknya yang paling ekstrim. Ia juga merupakan salahsatu dari bangsa yang paling korup di muka bumi. Dankelihatannya tidak ada keuntungan cepat yang dapatdiperoleh dari mengambil langkah-langkah preventif.Dimanapun dunia, bendungan dan dinding anti-tsunamidipandang sebagai pekerjaan umum dan justru perkataan–umum—yang telah hampir lenyap dari kamus mereka yangmembuat keputusan di Indonesia.Keuntungan berjangka pendek bagi sekelompok khususorang diberikan prioritas yang lebih tinggi darikemanfaatan berjangka panjang bagi seluruh bangsa.Keruntuhan moral dari bangsa ini terbayang dalam skalanilai: orang korup tapi kaya memperoleh penghormatanyang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan mereka yangjujur tapi miskin.Tenggelamnya kapal-kapal ferry bukanlah “karena anginkencang dan ombak”; kapal-kapal itu tengelam karenapenih sesak oleh penumpang dan karena perawatan yangburuk. Semuanya bisa dijadikan uang, bahkankeselamatan ribuan penumpang.Perusahaan-perusaha an hanya ingat terhadapkeuntungannya sendiri, sedangkan para pengawas daripemerintah hanya memperhatikan uang suap belaka.Tenggelamnya kapal Senopati Nusantara dengan ratusankurban dan disiarkan secara luas itu hanyalah salahsatu dari ratusan kecelakaan laut yang terjadi setiaptahun di Indonesia. Walaupun tidak bisa diperolehangka statistik yang pasti (dengan alasan yang dapatdiduga, yaitu karena pemerintah Indonesia berusahasekeras-kerasnya untuk mencegah dipublikasikannyastatistik komparatif secara lengkap), beberapa rutepelayaran kehilangan lebih dari tiga kapal setiaptahun.Catatan keamanan dari industri penerbangan Indonesiamerupakan salah satu yang paling buruk di dunia. Sejaktahun 1997, sekurang - kurangnya 666 orang telahmeninggal dalam delapan kecelakaan pesawat diIndonesia. Latihan terhadap beberapa orang pilotsedemikian buruknya sehingga pesawat seringtergelincir di landasan pacu atau sama sekali tidakbisa menemukan landasan, atau [malah] mendarat dibagian tengah landasan.Pemeliharaan pesawat adalah masalah lainnya: flapssering tidak berfungsi sama sekali; roda tidak dapatdimasukkan setelah take-off, ban yang jarang diganticenderung meletus pada saat mendarat. Sungguhmerupakan suatu keajaiban bagaimana beberapa pesawat –khususnya pesawat tua Boeing 737 yang diterbangkanoleh hampir semua perusahaan penerbangan Indonesiabisa lolos dari inspeksi.Setelah mewawancarai pejabat penerbangan sipil lokal(yang jelas namanya tidak mau disebutkan) wartawanAnda mengetahui bahwa sistem navigasi dari beberapabandar udara Indonesia berada dalam keadaan yangamburadul, terutama bandar udara Makasar di Sulawesidan Medan di Sumatra.Rata-rata, telah terjadi satu kecelakaan kereta apisetiap enam hari di Indonesia, umumnya disebabkankarena kurangnya penjagaan pada 8000 lintasan keretaapi. Sebagai perbandingan, kereta api Malaysia tidakpernah mengalami kecelakaan fatal selama 13 tahunsampai tahun 2005 ( kecelakaan terjadi tahun 2006,yang statistiknya bisa diperoleh).Walaupun kenyataan menunjukkan bahwa Indonesia secararelatif mempunyai jumlah mobil per kapita yang kecil,namun jalan-jalannya merupakan jaringan jalan yang“paling banyak digunakan” di dunia (hanya nomor duasetelah Hongkong yang bukan merupakan negara): 5.7juta kenderaan-km per tahun dari jaringan jalan.(2003, The Economist World in Figures, 2007 Edition).Menurut The Financial Times, walaupun kepadatan yangluar biasa serta lalu lintas yang bagaikan merangkakini, lebih dari 80 orang tewas setiap hari dijalan-jalan Indonesia, umumnya disebabkan oleh karenaamat buruknya infrastruktur dan amat lemahnyapenegakan hukum.Gempa bumi belaka tidaklah membunuh manusia. Faktorpenyebab banyaknya jatuh korban adalah buruknyakonstruksi rumah serta bangunan, bersamaan dengankurangnya upaya preventif dan pendidikan preventif.Sudah menjadi pengetahuan umum bahwa Indonesia rentanterhadap bencana; bahwa ia berada di kawasan yangdisebut sebagai ‘lingkaran api’ (ring of fire). Namunkaum miskin tidak bisa mengharapkan adanya proyekperumahan umum yang mampu menahan gempa (seperti yangdibangun di negara tenggara Malaysia). Hampir setiapkeluarga harus mngurus nasibnya sendiri: mereka harusmeracnang dan mendirikan tempat tinggalnya sendiri.Gempa besar membunuh ratusan orang, kadang-kadangribuan orang, dan menyebabkan ratusan ribu orangkehilangan rumah mereka. Sekurang-kurangnya 5.800orang meninggal dan 36.000 luka-luka pada tanggal 27Mei 2006 sewaktu gempa berkekuatan 6.2 skala Richtermenghantam daerah Jawa Tengah dekat kota bersejarahYogyakarta. Infrastruktur yang primitif, fasilitasmedia yang tidak memadai, dan korupsi yang terjadipada saat pendistribusian bantuan merupakan faktoryang menyebabkan tingginya jumlah korban pada saatterjadinya goncangan.Pembabatan hutan secara tidak sah (illegal logging)dan penggundulan hutan merupakan alasan utamaterjadinya tanah longsor. Semua orang tahu siapa yangbertanggung jawab terhadap terjadinya kebakaran hutandi Sumatera dan di tempat-tempat lain, tetapi parapejabat pemerintah enggan sekali melakukanpenangkapan, oleh karena mereka yang bertanggung jawabterhadap penggundulan hutan tersebut biasanya kayaraya dan mempunyai koneksi dengan negara dimana bahkankeadilan bisa dijual.Demikian banyak bentuk penyelesaian terhadapmasalah-masalah ini, termasuk penegakan hukum,inspeksi dan upaya untuk mencari nafkah alternatifbagi masyarakat yang sedemikian putus asanya, sehinggamereka secara harfiah terpaksa ikut serta menggalilubang kuburnya sendiri dengan menghancurkanlingkungan, yang selanjutnya menghancurkan seluruhmasyarakat itu sendiri. Namun hampir tidak ada yangdilakukan sama sekali, oleh karena pembabatan hutansecara tidak sah merupakan bisnis raksana dan sangatmenguntungkan, yang dapat mengisi demikian banyaktelapak tangan yang menunggunya dengan sukacita.Bulan lalu, beberapa puluh orang terbunuh kaena tanahlongsor dan banjir bandang di bagian utara pulauSumatra, yang memaksa 400.000 oang terpaksa mengungsidari rumah mereka. Pada bulan Juni 2006, banjir dantanah longsor yang disebabkan oleh hutan lebat telahmenewaskan lebih dari 200 orang di provinsi SulawesiSelatan.Gelombang raksasa, yang terkenal sebagai tsunami,telah menewaskan lebih dari 126.000 orang di provinsiAceh pada bulan Desember 2004. Bukan saja reaksi daripemerintah Indonesia dan militernya amat lamban,sebagian besar dari bantuan luar negeri yang amatbanyak itu lenyap karena korupsi. Jangankan membantukorban, banyak anggota tentara Indonesia memerassogokan dari lembaga-lembaga bantuan dan merusakperbekalan atau air minum yang berharga jika sogokantidak dibayar.Dalam suatu kasus menyolok tentang perampasan tanaholeh pemerintah, banyak korban dihambat pulang ketanahnya sendiri, sedangkan anak-anak dipisahkansecara paksa dari orang tuanya (karena kehilangansertifikat kelahiran) dan ‘diadopsi’ olehorganisasi-organisa si keagamaan; beberapa diantaranya menjadi korban perdagangan manusia (humantraficking).Lebih dari dua tahun setelah terjadinya tragedi yangmenghancur- luluhkan Aceh ini, ratusan ribu orangmasih tinggal di rumah-rumah darurat. Masih banyakkorban tsunami lainnya, yang menghantam pantai Jawaselatan pada tanggal 17 Juli 2006 yang masih menunggubantuan yang berarti. Menurut angka-angka resmi,sebanyak 600 orang tewas, namun angka yang sebenarnyahampir pasti jauh lebih tinggi. Pejabat-pejabatIndonesia telah menerima peringatan dini dari Jepangnamun tidak ada bertindak, kemudian mengatakan bahwatidak banyak yang dapat diperbuat karena daerahtersebut tidak dilengkapi dengan sirene atau pengerassuara.Indonesia sering menderita berbagai jenis bencanabuatan manusia yang sungguh sukar untuk dimengerti dandiperbandingkan dengan apapun juga. “Banjir lumpur”baru-baru ini telah menenggelamkan demikian banyakdesa di [Sidoarjo]. Bencana itu terjadi karena tidakdipatuhinya prosedur secara wajar oleh suatuperusahaan eksplorasi gas (yang sebagian sahamnyadimiliki oleh salah seorang menteri kabinet).“Kecelakaan” ini telah menyebabkan lebih dari 10.000orang menjadi pengungsi, dan merendam lebih dari 1.000are tanah dengan lumpur panas, menghancurkansatu-satunya jalan raya dari Surabaya serta jalankereta api utama.Sampah telah menguburkan suatu desa pemulung miskinpada sebuah penimbunan sampah tanpa izin di luar kotaBandung. Banyak lagi kejadian seperti itu, tapi daftarlengkap akan memerlukan banyak sekali halaman suratkabar, bahkan mungkin suatu buku yang khusus ditulistentang hal itu.Masalahnya adalah: kapankah rakyat Indonesia akanberkata bahwa sudah cukup apa yang terjadi itu dankapankah mereka akan menuntut pertanggungjawaban dankeadilan, angka-angka statistik yang benar, dan ‘cetakbiru’ yang konkrit untuk menyelesaikannya? Hampir disemua negara, dua bencana yang terjadi baru-baru ini –peristiwa tenggelam yang mengerikan dari kapan ‘SatriaNusantara” dan ‘hilang’-nya pesawat Boeing 737 AdamAir dengan 102 penumpang – sudah lebih dari cukupuntuk memaksa menteri kabinet untuk mengundurkan diri.Di Indonesia, kedua tragedi ini dipandang (atauditampilkan) hanya sebagai suatu nasib buruk lainnyabelaka tanpa meminta pertanggung- jawaban atauakuntabiltas siapa pun juga.Pers dan media massa Indonesia telah melaporkan secaradetail masing- masing dan setiap bencana itu. Tetapimereka gagal untuk menegaskan bahwa apa yang terjadiitu adalah suatu keadaan luar biasa dan tidak dapatditoleransi, bahwa mungkin tidak ada negara besarlainnya di dunia yang mengalami demikian banyak korbanmanusia yang tidak semestinya terjadi karena bencanabuatan manusia atau bencana yang sesungguhnya bisadicegah.Upaya mengaitkan demikian banyak bencana dengankorupsi dan sistem sosial ekonomi telah ditolak samasekali. Surat kabar Indonesia terkemuka Jakarta Post,baru-baru ini memberangus komentar ini, dan menolakmenerbitkannya di halaman-halamannya.Sejak Desember 2004, Indonesia telah kehilangansekitar 200 ribu orang rakyatnya dalam berbagaibencana, tidak termasuk kecelakaan mobil di jalan rayadan konflik bersenjata yang terjadi di seluruhkepulauan Indonesia. Jumlah itu lebih besar darijumlah korban di Irak pada saat yang sama, juga lebihbesar dari korban yang jatuh di Sri Langka atau diPeru selama perang saudara yang demikian lama.Sungguh, banyak orang Indonesia yang hidup dalamkeadaan berbahaya dan penuh risiko seperti mereka yanghidup di daerah yang tercabik- cabik oleh perang.Sebagian besar mereka tidak menyadarinya, oleh karenastatistik komparatif atau tidak tersedia atau telahditekan. Indonesia adalah miskin, tetapi masih beradadalam posisi untuk melindungi sebagian dari warganyayang rentan. Masalah utama adalah tidak adanyakehendak politik (political will).Cukup banyak semen dan batu bata untuk membuatbendungan dan dinding untuk menghambat tsunami, untukmemperkuat bukit-bukit di sekitar kota-kota, yangterancam akan dikuburkan oleh tanah longsor. Suatupenglihatan sekilas di sekitar Jakarta berlusin-lusinshopping malls baru dibangun di beberapa tempat,dimana istana-istana mewah dari pejabat-pejabat yangkorup telah memakan berhektar-hektar tanah.Keengganan untuk menyelesaikan masalah mempunyaiakarnya pada korupsi. Badan-badan usaha sertapejabat-pejabat lokal telah mengembangkan kemampuankhusus untuk mengeruk keuntungan dari apa pun juga,bahkan dari bencana dan dari pederitaan berjuta-jutarakyatnya sendiri.Dalam kalimat sederhana, korupsi adalah pencurian daripublik. Tetapi jika korban yang harus dibayar harusdihitung dengan hilangnya ratusan ribu nyawa, iamenjadi pembunuhan massal.[*] Penulis seorang novelis, jurnalis, produser film,salah seorang pendiri dari Mainstay Press(www.mainstaypress. org), Senior Fellow pada OaklandInstitute (www.oaklandinstitu te.org). Saat ini iatinggal dan bekerja di Asia Tenggara dan bisadihubungi pada alamat email andre-wcn@usa. net. Naskahaslinya berjudul “Indonesia: Natural Disasters or MassMurder?”, dimuat dalam International Herald Tribunedan The Financial Times, 12 Februari 2007, dikirimkanvia e-mailoleh Duta Besar RI di Ceko, Prof Dr Salim Said,MA,MAIA, dan diterjemahkan oleh Dr. Saafroedin Bahar,Komnas HAM.

Friday, March 09, 2007

Rekonstruksi Nias Masih Butuh Rp 8 Triliun

Rabu, 07 Maret 2007
Rekonstruksi Nias Masih Butuh Rp 8 Triliun
Medan, Kompas - Proses rekonstruksi dan rehabilitasi di Nias, masih membutuhkan dana sekitar Rp 8 triliun. Kerusakan akibat gempa bumi dan tsunami di kepulauan ini ditaksir mencapai Rp 4 triliun. Akan tetapi, untuk membangun kembali Nias yang lebih baik dibutuhkan dana paling tidak Rp 10 triliun.
Menurut Kepala Perwakilan Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi (BRR) Nias, William Sabandar, hingga akhir 2006, realisasi bantuan baru sekitar Rp 1.869 miliar, terdiri dari Rp 1.232 miliar dana on-budget (APBN) dan off-budget Rp 673 miliar. Sehingga kekurangan dana untuk pembangunan kembali Nias sekitar Rp 8 triliun. "Karena itu kami berharap adanya komitmen baru dan dukungan yang lebih besar untuk upaya pembangunan Nias yang lebih baik," ujar William di Gunungsitoli, Senin (5/3).
William menuturkan, hari Kamis (8/3) akan diselenggarakan Nias Islands Stakeholders Meeting (NISM) ke-III, di Jakarta. NISM merupakan pertemuan rutin tahunan sebagai forum bersama berbagai organisasi yang terlibat dalam kegiatan pemulihan Kepulauan Nias pascabencana. Forum ini mengevaluasi kegiatan dan menentukan rencana strategis untuk pemulihan Nias selanjutnya.
NISM I dilaksanakan di Jakarta pada Desember 2005 yang diikuti dengan pertemuan NISM II untuk membicarakan isu-isu yang lebih teknis di Nias pada Januari 2006. BRR dan lebih dari 80 organisasi nasional dan internasional serta 20 negara, telah dan sedang berusaha keras memulihkan Nias dengan terus menciptakan peluang untuk pembangunan kembali Nias yang lebih baik.
"Pengalaman satu setengah tahun kegiatan rekonstruksi di Nias mengajarkan bahwa hanya dengan koordinasi yang terintegrasi, proses pemulihan dapat berlangsung dengan cepat sesuai yang ditetapkan," kata William.
Dia menuturkan, sejak awal proses pemulihan Kepulauan Nias kurang mendapat perhatian. Pelaksanaan NISM diharapkan bisa meningkatkan komitmen berbagai lembaga dan negara donor. Upaya NISM sempat membawa hasil nyata, usai pelaksanaan NISM I dan II World Bank menetapkan komitmen membangun 5.000 rumah, 200 sekolah, dan 200 gedung pemerintahan dengan pendekatan pembangunan berbasis masyarakat. Asian Development Bank (ADB) meningkatkan komitmen mencapai USD 30 juta. Australia menyumbangkan 10 juta dollar Australia untuk pembangunan kembali Nias Selatan, dan negara-negara donor melalui Multi Donor Fund meningkatkan perhatian untuk pembangunan infrastruktur Kepulauan Nias.
Data BRR hingga Februari 2007, mencatat beberapa proses rekonstruksi infrastruktur yang rusak telah selesai, antara lain 6.332 rumah permanen dan 576 unit rumah sementara/selter. Sepanjang 173,8 km jalan provinsi telah selesai dibangun, sebagian di antaranya diaspal hotmix. Selain itu 104,9 km jalan kabupaten dan 73 jembatan juga telah dibangun/diperbaiki.
Untuk sektor pendidikan, 246 sekolah rusak sudah dibantu dibangun dan diperbaiki. BRR, lanjut William, juga telah mengadakan pelatihan bagi 510 guru. Sedangkan di sektor kesehatan, BRR mengoordinasikan perbaikan tiga rumah sakit dan 33 fasilitas kesehatan seperti pusat kesehatan masyarakat dan poliklinik pedesaan. (bil)

BRR Akui Membangun Nias Tanpa Perencanaan

SUARA PEMBARUAN DAILY
BRR Akui Membangun Nias Tanpa Perencanaan
[JAKARTA] Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi (BRR) Aceh-Nias mengakui pelaksanaan rekonstruksi di Nias pascabencana gempa bumi dilakukan tanpa perencanaan.
Karena itu, BRR akan bekerja sama dengan Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional (Bappenas) dan Pemerintah Sumatera Utara (Sumut) untuk mempersiapkan master plan atau cetak biru (blue print) rehabilitasi dan rekonstruksi Nias pascabencana gempa bumi.
Hal itu dikatakan Kepala Badan Pelaksana BRR, Kuntoro Mangkusubroto dalam konferensi persnya usia acara "Nias Island Stakeholder Meeting (NISM)" di Hotel Borobudur, Jakarta, Kamis (8/3).
Ia mengatakan, BRR selama ini memang tidak memiliki kewenangan untuk mengeluarkan cetak biru atau rencana induk pembangunan Nias pascabencana. Instansi yang berwenang adalah Bappenas. Karena itu, sangat menggembirakan dengan adanya kerja sama itu, sebab selama ini ibaratnya BRR membangun Nias tanpa tujuan.
"Ini namanya tambal sulam dan setelah cetak biru selesai, keinginan untuk membangun Nias lebih baik dapat segera terwujud," katanya.
Sementara itu, Kepala BRR Perwakilan Nias, William P Sahbandar mengatakan, dana yang dibutuhkan untuk membangun Nias mencapai Rp 10 triliun, sementara yang sudah tersedia baru Rp 4,5 triliun. Jadi kekurangan dananya masih Rp 5,5 triliun. Dana itu untuk memformulasikan bidang ekonomi, institusi dan pembangunan sumber daya manusia.
Ia mengharapkan, sebelum BRR keluar dari Nias pada 2009, cetak biru rehabilitasi dan rekonstruksi Nias sudah selesai. Sebab cetak biru itu akan dijadikan acuan dalam rangka pelaksanaan rekonstruksi Nias.
William Sahbandar menambahkan, sejak semula, proses pemulihan Nias kurang mendapat perhatian. Kendati demikian, setelah satu setengah tahun BRR mengkoordinasikan rehabilitasi dan rekonstruksi di Nias, berbagai kemajuan telah dicapai.
Hingga Februari 2007, telah dibangun 6.332 rumah permanen dan 576 rumah sementara. Jalan provinsi yang telah dibangun mencapai 173,8 kilometer, sebagian sudah dilapisi dengan aspal "hot mix". [146]

Nias Butuh Rp 10 triliun untuk Rekonstruksi Pascatsunami

Nias Butuh Rp 10 triliun untuk Rekonstruksi PascatsunamiKamis, 08 Maret 2007 17:05 WIB
TEMPO Interaktif, Jakarta:Nias membutuhkan dana hingga Rp 10 triliun untuk rekonstruksi pascatsunami 26 Desember 2004 dan gempa bumi 28 Maret 2005.Kepala Perwakilan Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi (BRR) Nanggroe Aceh Darussalam dan Nias untuk wilayah Nias, William Sabandar memaparkan, dari jumlah tersebut senilai Rp 4 triliun dialoksikan untuk pembangunan kerusakan pascabencana. Sisanya, sejumlah Rp 6 triliun untuk disaster risk management dan program pembangunan di Kabupaten Nias dan Nias Selatan. "Angka itu berdasarkan perhitungan pemerintah daerah dengan stakeholders internasional," kata William dalam seminar BRR NAD-Nias di Hotel Borobudur, Jakarta, Kamis (8/3). Menurut William, senilai Rp 4,5 triliun dari total kebutuhan itu sudah disediakan pemerintah dan beberapa donor. Saat ini, kata dia, fokus rekonstruksi di Nias adalah perbaikan infrastruktur, pembangunan pemukiman, pengembangan institusi, dan pengembangan sumber daya manusia. "Rekonstruksi ditujukan agar masyarakat Nias dan pemerintah daerah dapat mandiri setelah masa kerja BRR berakhir pada 2009. Apalagi Nias tergolong wilayah termiskin di Sumatera Utara, bahkan di Indonesia," katanya. Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), BRR NAD-Nias, bersama pemerintah daerah Sumatera Utara tengah menyiapkan rencana induk untuk rehabilitasi dan rekonstruksi Nias. Menurut Sekretaris Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional Syahrial Loetan, perencanaan pembangunan kembali Nias sebenarnya sudah tercakup bersamaan dengan cetak biru untuk Aceh yang terdapat dalam Instruksi Presiden 30/2005. Namun, cetak biru itu belum sepenuhnya mengakomodasi kebutuhan masyarakat Nias pascagempa bumi 2005. "Oleh sebab itu, berdasarkan aspirasi masyarakat dan pemerintah daerah Nias, kami tengah mempersiapkan masterplan khusus untuk Nias," katanya dalam acara yang sama. Kepala BRR Aceh-Nias Kuntoro Mangkusubroto menambahkan, selama ini BRR membangun Nias tanpa rencana induk pembangunan Nias. Menurut dia, BRR tidak memiliki kewenangan mengeluarkan cetak biru atau rencana induk pembangunan kembali Nias pascabencana. "Selama ini, ibaratnya kami membangun Nias tanpa tujuan. Ini namanya seperti tambal sulam. Ada sekolah rusak kami perbaiki, ada jembatan rusak kami betulkan," ujarnya.Bupati Nias Binahati B. Baeha menyatakan pemerintah daerah ingin Bappenas berinisiatif merencanakan pembangunan di Nias pascabencana. Bencana tsunami dan gempa bumi di Nias memang dikategorikan bencana lokal. Maka, kata dia, penanganan bencana merupakan tanggung jawab daerah. "Kami ingin menagih ke Bappeda Nias karena hingga kini belum ada realisasi," tuturnya. Sementara Bupati Nias Selatan F. Laia mengatakan wilayahnya merupakan daerah tertinggal sejak sebelum bencana. Kondisi sosial ekonomi masyarakat semakin buruk setelah tsunami dan gempa bumi terjadi. Padahal, potensi pariwisata dan sumber daya alam seperti hutan dan ikan di daerahnya baik. "Kami mengharapkan pembangunan pembangunan jalan, kantor, serta sumber daya manusia," katanya. KURNIASIH BUDI

Disiapkan Cetak Biru Rekonstruksi Pulau Nias

KOMPAS
Berita Utama
Jumat, 09 Maret 2007
pascagempa bumi
Disiapkan Cetak Biru Rekonstruksi Pulau Nias

Jakarta, Kompas - Strategi rekonstruksi Kepulauan Nias pascagempa bumi yang selama ini terangkum dalam Peraturan Presiden Nomor 30 tahun 2005 tentang Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi Wilayah dan Kehidupan Masyarakat Nanggroe Aceh Darussalam dan Kepulauan Nias, dinilai belum cukup mengakomodasi kepentingan masyarakat Nias.
Oleh karena itu, pemerintah kini menyiapkan cetak biru khusus untuk pembangunan kembali Kepulauan Nias.
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Ketua Bappenas Paskah Suzetta, menyampaikan hal itu dalam sambutannya saat membuka Nias Islands Stakeholders Meeting ke-3 di Jakarta, Kamis (8/3).
Paskah menjelaskan, Bappenas bersama Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi (BRR) Aceh-Nias, serta Pemerintah Provinsi Sumatera Utara menindaklanjuti aspirasi masyarakat dan pemerintah Kepulauan Nias, dengan memformulasikan cetak biru rekonstruksi pasca-bencana tsunami 26 Desember 2004 dan gempa bumi 28 Maret 2005, khusus untuk Nias.
Rekonstruksi Nias berdasarkan cetak biru itu akan didesain sejalan dengan strategi pembangunan pulau-pulau kecil di wilayah perbatasan. Cetak biru ini diharapkan selesai disusun beberapa bulan mendatang.
Kepala BRR Kuntoro Mangkusubroto menyambut baik komitmen pemerintah tersebut. "Cetak biru itu akan memberi arah yang lebih jelas bagi pembangunan kembali Nias," ujarnya.
Sementara itu, belajar dari pengalaman bencana Aceh dan Nias, Guru Besar Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia Dorodjatun Kuntjoro-Jakti menyarakan untuk dibentuk badan koordinasi yang mempunyai kekuatan hukum untuk mengerahkan berbagai sumber daya, termasuk polisi dan tentara. (DAY)

Tuesday, March 06, 2007

NISM Tentukan Rencana Strategis Pemulihan Nias

Tue, 06 March 2007 09:50:50
NISM Tentukan Rencana Strategis Pemulihan Nias * Rekonstruksi Nias Masih Butuh Rp8 Triliun

Medan (Analisa)
Nias Islands Stakeholders Meeting (NISM) ke-3 akan diselenggarakan pada 8 Maret 2007 di Hotel Borobudur Jakarta. NISM merupakan pertemuan rutin tahunan sebagai suatu forum bersama antara berbagai organisasi yang terlibat dalam kegiatan pemulihan Kepulauan Nias pasca bencana.“Tujuan forum ini adalah untuk mengevaluasi kegiatan yang tengah berlangsung dan menentukan rencana strategis untuk pemulihan Nias selanjutnya,” sebut Kepala Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi (BRR) Perwakilan Nias William P Sabandar di Gunung Sitoli, Senin (5/3).BRR dan lebih dari 80 organisasi nasional dan internasional serta 20 negara sedang berusaha keras memulihkan Nias dengan terus menciptakan peluang membangun kembali Nias yang lebih baik. “Pengalaman satu setengah tahun kegiatan rekonstruksi di Nias mengajarkan bahwa hanya dengan koordinasi yang teritegrasi, proses pemulihan dapat berlangsung dengan cepat sesui tujuan yang telah ditetapkan,” terangnya.Menurut William, sejak semula proses pemulihan Kepulauan Nias yang menderita karena dua bencana berurutan, tsunami pada 26 Desember 2006 dan gempa bumi dahsyat 28 Maret 2005 kurang mendapat perhatian. Sehingga pelaksanaan NISM juga dimaksudkan untuk meningkatkan komitmen berbagai lembaga dan negara donor membantu pemulihan Nias.Upaya ini membawa hasil nyata, usai pelaksanaan NISM I dan II World Bank menetapkan komitmen membangun 5.000 rumah, 200 sekolah dan 200 gedung pemerintahan dengan pendekatan pembangunan berbasis masyarakat. Asian Development Bank (ADB) meningkatkan komitmen mencapai USD 30 juta. Australia menyumbangkan 10 juta dolar Australia untuk pembangunan kembali Nias Selatan dan negara donor melalui Multi Donor Fund meningkatkan perhatian untuk pembangunan infrastruktur Kepulauan Nias.KOORDINASISatu setengah tahun sejak BRR mengkoordinasikan rehabilitasi dan rekonstruksi di Nias, berbagai kemajuan telah dicapai. Hingga Februari 2007, telah terbangun 6,332 rumah permanen dan 576 unit rumah sementara/transitional houses. Juga 173,8 km jalan provinsi telah dibangun, sebagian dilapisi dengan aspal hotmix. Selain itu 104,9 km jalan kabupaten dan 73 jembatan juga telah dibangun/diperbaiki, 3 pelabuhan dan 2 bandara telah dan sedang dibangun. Sektor infrastruktur lain yang juga dibangun adalah kelistrikan, air mimum serta normalisasi sungai dan pengamanan pantai.Pada sektor pengembangan ekonomi, 4.653 hektar jaringan irigasi pertanian yang berada di 13 kecamatan telah diperbaiki dan 3.305 hektar lagi sedang berjalan. Ditambah perbaikan 26 pasar dan pengadaan 310 kapal nelayan. Perbaikan dan bantuan juga diberikan untuk perbaikan lahan pertanian seluas 1.510 hektar beserta 1.100 ton bibit dan pupuk.Untuk sektor pendidikan, bantuan diberikan untuk pembangunan kembali 246 sekolah, pelatihan 510 guru dan beasiswa 400 murid. Sedangkan pada sektor kesehatatan, perbaikan 3 rumah sakit dan 33 fasilitas kesehatan lainnya seperti Puskesmas, Pustu dan Polindes. Selain itu, beasiswa pendidikan kepada 16 tenaga kesehatan, terdiri dari 13 dokter spesialis dan 9 master kesehatan. Sedangkan untuk pengembangan institusi, telah diperbaiki 71 gedung dan aula pemerintahan.Lebih lanjut dikatakannya, Nias adalah daerah terisolir dan telah lama tertinggal secara sosial, ekonomi dan pendidikan. Bahkan sebelum bencana, daerah Nias pada umumnya tidak memiliki infrastruktur fisik yang memadai. Sebagian besar kecamatan tidak dihubungkan jaringan jalan yang dapat dilalui kendaraan bermotor. Demikian juga dengan kapasitas pelabuhan dan bandara untuk menopang mobilisasi barang dan jasa dengan kuantitas besar seperti dalam kegiatan rekonstruksi yang kini tengah berlangsung.Rp8 TRILIUNKerusakan akibat bencana tsunami dan gempa di Kepulauan Nias diperkirakan sebesar Rp4 trilyun. Tetapi untuk membangun kembali Nias yang lebih baik dibutuhkan dana sebesar Rp10 tiliun. Hingga akhir 2006, realisasi bantuan baru sekitar Rp1.869 miliar, terdiri dari Rp1.232 miliar dana On-Budget (APBN) dan Off-Budget Rp673 miliar.Kekurangan dana pembangunan kembali Nias yang lebih baik masih sangat besar sekira Rp8 trilyun. Karena itu, sangat diharapkan adanya komitmen baru dan dukungan lebih besar bagi upaya pembangunan Nias yang lebih baik.Pada NISM 3 ini, akan hadir Kepala Bappenas Paskah Suzetta, para Duta Besar seperti Australia HE Bill Farmer. Representative UN Bo Asplund, Country Director World Bank Andrew Steer, Country Director ADB Edgar Cua. Selain itu juga hadir pimpinan berbagai organisasi yang bekerja di Nias, seperti pimpinan Canadian Red Cross Jean Slick, pimpinan Mercy Malaysia Datook Jemillah. Pembicara utama pada pertemuan ini Kepala BRR NAD-Nias Kuntoro Mangkusubroto, Dorodjatun Koentjorojakti, TB Silalahi dan Bupati Nias Binahati Baeha. (rel/msm)

Monday, March 05, 2007

Nias Masih Membutuhkan 8 Trilyun Rupiah untuk Rekonstruksi

Komunitas Rekonstruksi Nias Mengadakan Pertemuan

Nias Islands Stakeholders Meeting (NISM) ke-3, akan diselenggarakan pada 8 Maret 2007 di Hotel Borobudur Jakarta. NISM merupakan pertemuan rutin tahunan sebagai suatu forum bersama antara berbagai organisasi yang terlibat dalam kegiatan pemulihan Kepulauan Nias pasca bencana. Tujuan forum ini adalah untuk mengevaluasi kegiatan yang tengah berlangsung dan menentukan rencana strategis untuk pemulihan Nias selanjutnya.
Keterangan ini disampaikan oleh Kepala Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi NAD-Nias Perwakilan Nias William P. Sabandar, Senin (5/3) di Gunungsitoli Nias.
NISM I dilaksanakan di Jakarta pada Desember 2005 yang diikuti dengan pertemuan NISM II untuk membicarakan isu-isu yang lebih teknis di Nias pada Januari 2006. BRR dan lebih dari 80 organisasi nasional dan internasional serta 20 negara telah dan sedang berusaha keras memulihkan Nias dengan terus menciptakan peluang untuk pembangunan kembali Nias yang lebih baik.
”Pengalaman satu setengah tahun kegiatan rekonstruksi di Nias mengajarkan bahwa hanya dengan koordinasi yang teritegrasi, proses pemulihan dapat berlangsung dengan cepat sesui tujuan yang telah ditetapkan”, demikian William.
Menurut William, sejak semula proses pemulihan Kepulauan Nias yang menderita karena 2 bencana berurutan, tsunami pada 26 Desember 2006 dan gempa bumi dahsyat 28 Maret 2005 kurang mendapat perhatian. Sehingga pelaksanaan NISM juga dimaksudkan untuk meningkatkan komitmen berbagai lembaga dan negara donor untuk membantu pemulihan Nias.
Upaya ini membawa hasil nyata, usai pelaksanaan NISM I dan II World Bank menetapkan komitmen membangun 5,000 rumah, 200 sekolah dan 200 gedung pemerintahan dengan pendekatan pembangunan berbasis masyarakat. Asian Development Bank (ADB) meningkatkan komitmen mencapai USD 30 juta. Australia menyumbangkan 10 juta Dollar Australia untuk pembangunan kembali Nias Selatan dan Negara-negara donor melalui Multi Donor Fund meningkatkan perhatian untuk pembangunan infrastruktur Kepulauan Nias.
Satu setengah tahun semenjak BRR mengkoordinasikan rehabilitasi dan rekonstruksi di Nias, berbagai kemajuan telah dicapai. Hingga Februari 2007, telah terbangun 6,332 rumah permanen dan 576 unit rumah sementara/transitional houses. 173,8 km jalan propinsi telah dibangun, sebagian dilapisi dengan aspal hotmix. Selain itu 104,9 km jalan kabupaten dan 73 jembatan juga telah dibangun/diperbaiki. 3 pelabuhan dan 2 bandara telah dan sedang dibangun. Sektor infrastruktur lain yang juga dibangun adalah kelistrikan, air mimum serta normalisasi sungai dan pengamanan pantai.
Pada sektor pengembangan ekonomi, 4,653 ha jaringan irigasi pertanian yang berada di 13 kecamatan telah diperbaiki dan 3,305 ha lagi sedang berjalan. 26 pasar diperbaiki dan 310 kapal nelayan telah diadakan. Perbaikan dan bantuan juga diberikan untuk perbaikan lahan pertanian sebanyak 1,510 hektar beserta 1,100 ton bibit dan pupuk.
Untuk sektor pendidikan, bantuan diberikan untuk pembangunan kembali 246 sekolah. Pelatihan bagi 510 guru dan beasiswa bagi 400 murid. Sedangkan pada sektor kesehatatan, perbaikan 3 rumah sakit dan 33 fasilitas kesehatan lainnya seperti Puskesmas, Pustu dan Polindes. Selain itu, beasiswa pendidikan kepada 16 tenaga kesehatan, terdiri dari 13 orang untuk dokter spesialis dan 9 orang master kesehatan. Sedangkan untuk pengembangan institusi, 71 gedung dan aula pemerintahan telah diperbaiki.
Nias adalah daerah terisolir dan telah lama tertinggal secara sosial ekonomi dan pendidikan. Bahkan sebelum bencana, daerah Nias pada umumnya tidak memiliki infrastruktur fisik yang memadai. Sebagian besar kecamatan tidak dihubungkan oleh jaringan jalan yang dapat dilalui kendaraan bermotor. Demikian juga denngan kapasitas pelabuhan dan bandara untuk menopang mobilisasi barang dan jasa dengan kuantitas besar seperti dalam kegiatan rekonstruksi yang kini tengah berlangsung.
Kerusakan akibat bencana tsunami dan gempa di Kepulauan Nias diperkirakan sebesar Rp. 4 trilyun. Tetapi untuk membangun kembali Nias yang lebih baik dibutuhkan dana sebesar Rp. 10 tilyun. Hingga akhir 2006, realisasi bantuan baru sekitar Rp. 1.869 milyar, terdiri dari Rp. 1.232 milyar dana On-Budget (APBN) dan Off-Budget Rp. 673 milyar.
Kekurangan dana untuk pembangunan kembali Nias yang lebih baik masih sangat banyak, atau sekitar Rp. 8 trilyun lagi. Karena itu sangat dihaarapkan adanya komitmen baru dan dukungan yang lebih besar untuk upaya pembangunan Nias yang lebih baik.
Pada NISM 3 ini, akan hadir Kepala Bappenas Paskah Suzetta, para Duta Besar Negara-Negara Sahabat, antara lain Duber Australia HE Bill Farmer. Representative UN Bo Asplund, Country Director World Bank Andrew Steer, Country Director ADB Edgar Cua. Selain itu juga hadir pimpinan berbagai organisasi yang bekerja di Nias, seperti pimpinan Canadian Red Cross Jean Slick, pimpinan Mercy Malaysia Datook Jemillah.
Pembicara utama pada pertemuan ini Kepala BRR NAD-Nias Kuntoro Mangkusubroto. Selain itu, Dorodjatun Koentjorojakti, TB Silalahi dan Bupati Nias Binahati Baeha.


Infomasi lebih lengkap:
Emanuel Migo (Manager Komunikasi dan Infomasi Publik BRR Perwakilan Nias)
Hp. 081370977109
Email: migo@brr.go.id