Saturday, November 03, 2007

Penyerahan RSU Gunungsitoli Akhirnya Terlaksana

Kegiatan penyerahan RSU Gunungsitoli kepada Pemkab Nias yang tertunda sebulan silam akhirnya dijadwalkan kembali untuk dilaksanakan pada 9 November 2007. Kegiatan ini akan dilaksanakan di lokasi RSU Gunungsitoli, Gunungsitoli Nias.

Hadir dalam kegiatan ini adalah Menko Kesra Aburizal Bakrie dan Kepala BRR NAD-Nias Kuntoro Mangkusubroto. Selain itu, beberapa Duta Besar direncanakan hadir, seperti dari China dan Jepang.

Bersamaan dengan pelaksanaan kegiatan penyerahan RSU Gunungsitoli, juga akan dilaksanakan kunjungan media nasional ke Nias dan Nias Selatan. Para wartawan dari Jakarta ini akan berada di Nias pada tanggal 7 November 2007 dan kembali ke Jakarta pada 10 November 2007.

Tim kunjungan media yang diperkirakan sebanyak 10 orang ini menurut rencana akan mengunjungi beberapa lokasi kegiatan bidang transportasi, perumahan dan kesehatan baik di Nias maupun Nias Selatan.

Monday, September 03, 2007

Kegiatan Penyerahan Gedung RSU Gunungsitoli Ditunda

Kegiatan penyerahan gedung RSU Gunungsitoli yang menurut rencana dilaksanakan pada tanggal 5 September 2007 akhirnya ditunda. Penundaan ini disebabkan karena Menteri Kesehatan RI dan 3 Duta Besar yang sebelumnya telah diundang tidak dapat hadir di Nias pada waktu yang telah ditentukan.

Keterangan mengenai penundaan pelaksanaan kegiatan penyerahan gedung RSU Gunungsitoli ini disampaikan melalui surat Kepala BRR Perwakilan Nias kepada Pemkab Nias dan berbagai organisasi yang terkait, Sabtu (31/8).

“Sehubungan dengan ketidakhadiran Menteri Kesehatan RI, Ibu Dr. Siti Fadilah Supari Sp.JP (K) dan para duta besar dari ke-3 negara donor, maka peresmian Rumah Sakit Umum Gunungsitoli yang sedianya diadakan pada tanggal 5 September 2007 ditunda sampai dengan pemberitahuan lebih lanjut”, demikian Kepala BRR Perwakilan Nias William P. Sabandar sebagaimana surat yang disampaikan kepada Pemkab Nias.

Melalui surat tersebut, William juga menyampaikan permohonan maaf, dan mengharapkan agar undangan dapat hadir pada jadwal yang baru, yang akan disampaikan dalam waktu dekat.

Wednesday, August 29, 2007

BRR Adakakan Workshop Pengembangan Puskesmas Plus


Koordinator ETESP Kesehatan Nias sedang menyampaikan paparan


BRR Perwakilan Nias menyelenggarakan Workshop dan Sosialisasi Pengembangan Puskesmas Plus di Kabupaten Nias dan Nias Selatan. Kegiatan ini diselenggarakan di Pendopo Bupati Nias, Rabu (29/8). Peserta kegiatan ini adalah Dinas Kesehatan, Kepala Rumah Sakit danPuskesmas di Nias dan Nias Selatan.

Kegiatan yang secara resmi dibuka oleh Wakil Bupati Nias Temazaro Harefa ini adalah bagian dari program Rehabilitasi dan Rekonstruksi sector kesehatan di Nias dan Nias Selatan, terutama terkait dengan pilar pengembangan manajemen pelayanan kesehatan.

Temazaro Harefa dalam sambutannya menyatakan berterima kasih atas upaya pengembangan kesehatan di Nias. Ia menyatakan masyarakat Nias sangat beruntung, selain para dokter Nias yang telah dikirim menempu studi specialis, baru-baru ini BRR juga telah mengirim 14 orang tamatan SMA untuk studi lanjut dalam bidang kesehatan di Univertas Gajah Mada Jogjakarta.

“Banyaknya anak-anak Nias yang menmpuh pendidikan di Universitas Gajah Mada ini adalah sesuatu yang sebelumnya tidak kami bayangkan. Kami menyampaikan terima kasih atas kerja keras pihak BRR”, demikian ungkap Temazaro Harefa sambil memuji penasehat teknis BRR Perwakilan Nias dr. Astrid Kartika yang telah berjuang keras memfasilitasi pengembangan kesehatan di Kepulauan Nias.

Sementara itu, Seretaris Daerah Nias Selatan J.W Dachi mewakili Bupati Nias Selatan dalam sambuatan pembukaan menyatakan harapannya agar program revitalisasi sektor kesehatan benar-benar terealisasi. Dia juga mengharapkan agar dokter-dokter yang terlibat dalam program ini dapat terjun hingga ke desa-desa.

Kegiatan Workshop ini meghadirkan pembicara dari Earthquake and Tsunami Emergency Support Project (ETESP) dan Support Community Health Services (SCHS) dari Jakarta. ETESP adalah program bantuan Aceh dan Nias yang didukung oleh Asian Development Bank (ADB). Sedangkan SCHS adalah tim untuk mendukung pelayanan kesehatan komunitas yang didukung oleh Uni Eropa.

“Kegiatan ini diharapkan dapat memperkuat program kesehatan Nias dan Nias Selatan dan agar pengembangan sector kesehatan tetap sasaran dan bermanfaat seluas-luasnya bagi masyarakat di Kepualaun Nias”, demikian ungkap Manager Perencanaan, Anggaran dan Hubungan Donor Heracles Lang, yang menyampaikan sambutan mewakili Kepala BRR Perwakilan Nias.

Sementara itu, Penasehat Teknis bidang Kesehatan BRR Perwakilan Nias dr. Astrid Kartika menjelaskan bahwa strategi pengembangan kesehatan di Nias dilaksanakan dengan metode berjenjang. Jenjang pertama adalah mengembangkan rumah sakit rujukan, dimana RSU Gunungsitoli dipersiapkan untuk itu.

Sedangkan Puskesmas Rawat Inap Plus sebagai lapis kedua rujukan, yang menerima rujukan dari Puskesmas di sekitarnya. Astrid menambahkan terdapat 11 Puskesmas yang yang dikembangkan untuk itu, yaitu 6 di Nias yakni Lahewa, Alasa, Awa’ai, Mandrehe, Gunungsitoli dan Hiliweto Gido. Sedangkan di Nias Selatan ada 5 Puskesmas yaitu Lahusa, Teluk Dalam, Lolowa’u, Tello dan Gomo.

Monday, August 27, 2007

Tiga Koperasi/LKM Nias Mendapat Bantuan Modal dari BRR

*Total Bantuan LKM/Koperasi Nias Mencapai 6,1 Milyar

Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi (BRR) Distrik Nias, hingga saat ini telah mengucurkan bantuan permodalan langsung sebesar Rp. 6,1 milyar kepada 11 Lembaga Keuangan Mikro (LKM)/Koperasi yang ada di kabupaten Nias. Pada tahun 2005 dan 2006 Bantuan Langsung Tunai (BLT) diberikan kepada 8 LKM/Koperasi, sedangkan tahun 2007 kepada 3 LKM/Koperasi.

Pada hari Senin (27/8) di Gunungsitoli Nias, BRR mengucurkan modal bergulir melalui tiga koperasi yang dianggap paling memenuhi syarat. LKM/Koperasi yang mendapatkan bantuan pada tahun 2007 ini adalah Koperasi Serba Usaha (KSU) Faohetanga dari Desa Siforoasi Kecamatan Afulu, KSU Bina Bersama dari Desa Mazingo Kecamatan Alasa Talumuzoi dan Koperasi Wanita Melati dari Kelurahan Pasar Kota Gunungsitoli.

“Bantuan ini diberikan untuk menggerakan roda perekonomian masyarakat Nias, melalui pemberian modal kepada Usaha Kecil dan Menengah (UKM) “, demikian ungkap Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) BRR Distrik Nias Imanuel Zega, di sela-sela acara Penandatanganan Surat Perjanjian Penyaluran Bantuan (SPPB) kepada tiga koperasi dimaksud, di Gedung Serbaguna Hosiana Gunungsitoli, Senin (27/8)

Sementara itu Manager Ekonomi BRR Distrik Nias Otniel Waruwu menjelaskan bahwa ketiga koperasi tersebut masing-masing mendapat bantuan sebesar Rp 250 Juta. “Secara keseluruhan, sejak tahun 2005 hingga 2007, BRR telah mengucurkan dana kepada LKM/Koperasi sebanyak Rp.6,1 milyar. Dana ini disalurkan melalui 11 LKM/koperasi di wilayah Kab.Nias”, demikiam ungkap Waruwu.

Menurut Waruwu, ke-11 LKM/Koperasi tersebut lolos seleksi karena memenuhi syarat sebagai penerima bantuan. Kriteria penilaian bagi LKM/Koperasi untuk mendapatkan bantuan adalah memiliki administrasi yang dikelola dengan baik. Memiliki laporan atau keterangan rapat tahunan anggota koperasi selama dua tahun terakhir dan belum pernah menerima bantuan sebelumnya.

Untuk melangsungkan kegiatan usaha koperasi tersebut lanjut Waruwu, pihaknya telah melaksanakan berbagai kegiatan pembinaan melalui pelatihan pelatihan. Disinggung soal pengembalian, Waruwu mengatakan, untuk tahun pertama bebas cicilan. Setelah itu selama tujuh tahun ke depan akan menyicil sebesar 1-1,5 persen.

Sementara itu, Konsultan PPK Koperasi/UKM Perdagangan Nias Agus Sarumaha menambahkan, dana yang telah terkumpul seluruhnya nantinya direncanakan dikelola melalui sebuah lembaga dengan nama Nias Mikro Finance (NMF) yang berbasis koperasi sekunder atau dalam bentuk Perseroan Terbatas (PT).


Informasi lebih lanjut hubungi:
Eddy Lase (Staff Komunikasi Distrik Nias)
Hp. 085296712820 atau Telp (0639) 22174

Tuesday, August 21, 2007

Gedung RSU Gunungsitoli Fase I dan II Senilai Rp. 23,5 Milyar Akan Diserahkan Kepada Pemkab Nias


Bangunan Fase I RSU Gunungsitoli


*Acara Penyerahan Akan Dihadiri Menkes dan 3 Duta Besar

Rumah Sakit Gunungsitoli Nias yang hancur dan porak poranda akibat bencana gempa bumi 28 Maret 2005 telah dibangun kembali oleh berbagai negara/lembaga donor dan akan diserahkan pengelolaannya kepada Pemerintah Kabupaten Nias. Bangunan rumah sakit yang akan diserahkan adalah bangunan gedung beserta fasilitasnya yang telah selesai dikerjakan pada fase I dan II.

Demikian keterangan Kepala BRR Perwakilan Nias William P. Sabandar, PhD didampingi oleh Manager Komunikasi Emanuel Migo, kepada pers di Gunundsitoli-Nias, Selasa (21/8).

Menteri Kesehatan RI dan 3 Duta Besar direncanakan hadir dalam acara penyerahan gedung tersebut serta peletakan batu pertama pembangunan fase 3. Ketiga duta besar yang diundang adalah Duta Besar Malaysia, Duta Besar China dan Duta Besar Jepang.

Kegiatan penyerahan RSU Gunungsitoli ini menurut rencana akan dilaksanakan pada 5 September 2007 mendatang. Pada saat bersamaan juga dilaksanakan kegiatan peletakan batu pertama pembangunan fase III.

William menjelaskan, berdasarkan master plan revitalisasi RSU Gunungsitoli yang dibuat secara sukarela oleh MERCY Malaysia, pembangunan akan dilaksanakan secara bertahap hingga fase 4. Total dana yang digunakan mencapai Rp. 85,5milyar. MERCY Malaysia juga merupakan koordinator pembangunan gedung RSU Gunungsitoli sejak proses penyusunan master plan sampai dengan pembangunan Fase 3.

Pembangunan fase 1 gedung RSU Gunungsitoli menghabiskan dana sekitar Rp 10 M dan merupakan donasi dari MERCY Malaysia. Sedangkan pembangunan gedung fase 2 sebesar Rp 13.5 M merupakan donasi dari pemerintah China melalui BRR RANTF(Recovery of Aceh and Nias Trust Fund) .

Pembangunan gedung fase 3 sebesar Rp 37 M yang akan dimulai, merupakan donasi dari Pemerintah Jepang melalui JICS. Sementara fase 4 yang diperkirakan menelan biaya sebesar Rp 25 M masih belum mendapatkan komitmen dari pihak manapun. BRR sedang mengusahakan agar Pemerintah Jerman dapat terlibat pada fase akhir ini.

Revitalisasi Kesehatan Nias
Menurut William P. Sabandar yang adalah doktor dalam bidang transportasi dari University of Canterbury, New Zealand, selain kerusakan fisik akibat gempa,, RSU Gunungsitoli juga memiliki banyak kekurangan, terkait dengan lemahnya kapasitas SDM serta manajemen dan pelayanan.

“BRR melihat pentingnya melakukan revitalisasi RSU Gunungsitoli dari keseluruhan aspek, melalui 4 pilar yaitu, revitalisasi fasilitas rumah sakit (gedung dan peralatan). Revitalisasi SDM serta pengembangan manajemen RS dan, pengembangan sistem pelayanan RS”, demikian William.

Ia lebih lanjut menyatakan bahwa program ini merupakan usaha yang sama sekali tidak mudah dan memerlukan pembiayaan yang tidak sedikit. Untuk itu BRR NAD Nias sedari awal bekerja sama dengan pihak – pihak yang memiliki kepedulian dan perhatian kepada perbaikan pelayanan kesehatan di kepulauan Nias.

Terkait dengan pengembangan kapasitas SDM kesehatan, William menjelaskan bahwa pada tahun 2006 BRR Perwakilan Nias telah mengirim 13 dokter untuk menempu pendidikan specialis di Universitas Gajah Mada. Selain itu 16 orang untuk pendidikan dokter dan studi S2 untuk 9 orang.

Pada tahun 2007, untuk Kabupaten Nias ini akan dikirim lagi 1 orang dokter untuk pendidikan spesialis. Pendidikan dokter umum 5 orang. Pendidikan S2 4 orang. Pendidikan S1 Keperawaran 14 orang dan diploma 3 sebanyak 4 orang.

Sedangkan untuk Kabupaten Nias Selatan pendidikan untuk 3 orang dokter spesialis dan 5 orang dokter umum. Pendidikan S2 untuk 2 orang dan diploma 3 sebanyak 16 orang.

Terima Kasih
Berbagai organisasi telah banyak membantu merevitalisasi kesehatan di Nias. Selain BRR, berbagai organisasi juga membantu pembangunan kembali berbagai gedung fasilitas kesehatan, seperti Puskesmas dan Pustu yang rusak akibat bencana gempa bumi 28 Maret 2005 telah banyak yang diperbaiki. Hal ini dimungkinkan karena kerjasama dan bantuan dari berbagai negara/lembaga donor.
“Karena itu, kegiatan penyerahan rumah sakit Gunungsitoli yang menurut rencana diadakan pada tanggal 5 September 2007 juga dimaksudkan untuk memberikan apresiasi kepada para pendonor yang telah mengulurkan tangan untuk revitalisasi kesehatan di Kepulauan Nias”, demikian ujar William.

Friday, July 27, 2007

Strategi Rekonstruksi Transportasi Kepulauan Nias

Kepala BRR Perwakilan Nias William P. Sabandar, PhD sedang memimpin pelaksanaan Nias Island Stakeholder Meeting (NISM), didampingi Kepala Perwakilan PBB, Kepala Perwakilan Bank Dunia dan Kepala BRR NAD-Nias.

Wawancara Kepala BRR Perwakilan Nias:

William P. Sabandar, PhD

Rekonstruksi pasca bencana telah banyak mengubah wajah Kepulauan Nias. Kawasan kepulauan yang secara geografis terpencil dari berbagai pusat kemajuan di Sumatera Utara ini dikenal sebagai daerah yang miskin dengan infrastuktur transportasi yang sangat buruk.

Bencana Tsunami 24 Desember 2004 dan Gempa Bumi 28 Maret 2005 menyebabkan kerusakan yang masif di seluruh daerah Nias. Tetapi karena bencana ini pula, bantuan datang dari berbagai pernjuru dunia, baik untuk memberikan bantuan kemanusiaan maupun untuk membangun kembali Nias yang lebih baik.

Pemerintah Indonesia pun mendirikan Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi yang secara khusus mendapat mandat untuk mengkoordinir seluruh upaya pembangunan kembali NAD dan termasuk Nias. Bagi kepulauan Nias, kesempatan ini terbukti telah meningkatkan kapasitas berbagai sektor mulai dari infrastruktur transportasi, pendidikan, kesehatan, ekonomi masyarakat, sumber daya air dan ketenagalistrikan hingga pemerintahan.

Khusus untuk sektor infrastruktur transportasi, kemajuan yang dicapai bakal melebihi kabupaten manapun di Sumatera Utara. Jalan-jalan propinsi sekarang telah diperbaiki dengan pelapisan hotmix kualitas tinggi. Waktu tempuh perjalanan darat di kepulauan Nias kini menyusut tajam.

Berbagai infrastruktur lainnya, seperti pelabuhan dan bandara ikut dibangun secara besar-besaran. Traffik pesawat keluar masuk Nias kini meningkat tajam. Demikian juga dengan sektor pelayaran dari Nias ke Sibolga.

Tokoh dibalik upaya besar merubah wajah Kepulauan Nias adalah Kepala BRR Perwakilan Nias William P. Sabandar, PhD. Begitu mendapat tugas memimpin proses rekonstruksi kepulauan Nias, doktor dalam bidang transportasi ini langsung menghadapi tantangan mengatasi kesulitan pokok di Nias yaitu infrastruktur transportasi.

Masalah miskinnya transportasi ini bukan hanya telah menyebabkan Nias menjadi kawasan terisolir, namun juga menghambat laju proses rehabilitasi dan rekonstruksi. Sebagaian besar wilayah di Kepulauan Nias tidak dapat dilalui kendaraan. Sementara itu kapasitas pelabuhan tidak dapat melayani bongkar muat material kebutuhan rekonstruksi.

Namun demikian, hanya dalam waktu kurang dari dua tahun semenjak BRR mulai melaksanakan tugas di Nias pada Agustus 2006, berbagai infrastruktur strategis mulai dapat diatasi. Pelabuhan Lahewa yang rusak karena bencana telah diperbaiki. Pelabuhan Sirombu, Teluk dan Gunungsitoli pun ikut dibenani.

Bagaimana strategi pengembangan infrastruktur transportasi dan dampaknya terhadap pengembangan ekonomi masyarakat Nias pada masa-masa mendatang? Berikut wawancara kami dengan William P. Sabandar, PhD, hari Rabu 18 Juli 2007 di Kantor BRR Perwakilan Nias, Fodo-Gunungsitoli, Nias.

Bagaimana strategi Anda dalam membangun systen infrastruktur transportasi di Kepualauan Nias?

Awalnya jaringan transportasi yang telah ada di Kepulauan Nias tidak memiliki sistem dan hirarki yang jelas. Kondisi jaringan transportasi cenderung dikembangkan tanpa melihat hirarki pusat-pusat pertumbuhan ekonomi. Padahal, untuk membangun sistem jaringan transportasi, kita harus melihatnya dari hirararki pusat-pusat pertumbuhan ekonomi yang saling terkait dan mengikat antara pusat pertumbuhan ekonomi primer, pusat pertumbuhan ekonomi sekunder, pusat pertumbuhan ekonomi tersier hingga ke pemukiman-pemukiman masyarakat.
Ketika BRR mulai mengadakan rekonstruksi di Kepulauan Nias, kami melihat bahwa untuk membangun jaringan transportasi Nias maka perlu dikembangkan sistem hirarki yang saling terkait. Karena itu, untuk main land Nias, kami membaginya menjadi 4 (empat) pusat pertumbuhan yaitu Gunungsitoli, Teluk Dalam, Lahewa dan Sirombu.
Empat wilayah ini merupakan pusat pertumbuhan primer dan kemudian dihubungkan dengan pusat-pusat pertumbuhan di kecamatan-kecamatan, baik di Kabupaten Nias maupun Kabupaten Nias Selatan. Inilah yang disebut dengan sistem transportasi sekunder.
Kemudian dari kecamatan-kecamatan dihubungkan ke wilayah pedesaan. Inilah yang dinamakan sistem transportasi tersier. Kemudian dari sini dihubungkan ke pusat-pusat pemukiman, atau yang disebut dengan sistem transportasi lokal.
Karena Nias adalah daerah kepulauan maka harus juga didukung oleh sistem transportasi antar pulau yang kuat. Konteksnya adalah, bagaimana menghubungkan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi di Lahewa, Gunungsitoli, Sirombu dan Teluk Dalam dan Pulau Tello dengan mainland Pulau Sumatra atau pusat-pusat pertumbuhan regional lainnya.

Bagaiman dengan program yang telah kita laksanakan terkait strategi ini?

Sekarang kita sudah mulai dengan memperbaiki pintu masuk ke Nias, yaitu dengan memperioritaskan pembangunan pelabuhan dan bandara, sebagai pintu masuk ke Kepulauan Nias. Ada dua bandara yang kita perbaiki, yakni Bandara Lasondre di Pulau Tello dan Bandara Binaka di Gunungsitoli. Tahun ini menurut rencana kita juga akan mulai membangun air strip di Teluk Dalam, Nias Selatan.
Selain itu sejumlah pelabuhan diperbaiki atau dibangun, seperti perbaikan Pelabuhan Lahewa, Pelabuhan Sirombu, Teluk Dalam dan Gunungsitoli. Berikutnya adalah memperbaiki sistem transportasi darat seperti jaringan jalan raya keliling Pulau Nias.

.........................................................................................
William P. Sabandar lahir di Makassar Sulawesi Selatan, 40 tahun silam, tepatnya pada 4 November 1966, dari keluarga campuran Ambon dan Tanah Toraja. Latar belakang pendidikan dan pengalaman kerjanya selalu terkait dalam bidang transportasi.

Sarjana Teknik Sipil dengan bidang studi transportasi ia raih dari Universitas Hasanuddin (Unhas) di kota kelahirannya Makassar, tahun 1990. Setelah itu ia bekerja di Dinas Pekerjaan Umum, antara lain pernah menjabat sebagai Kepala Seksi Perencanaan di Dinas PU Propinsi Maluku dan Pemimpin Proyek Perencanaan dan Pengawasan Pembangunan Jalan di propinsi yang sama.

Pada tahun 1999, ayah 2 putra (Ari dan Jio) serta 1 putri (Noni) dari perkawinan dengan dokter Valentina Bitticaca ini berangkat ke Autralia untuk melajutkan study master dalam bidang Civil Engineering di University of New South Wales. Setahun berselang ia melanjutkan study doctoral di University of Canterbury, New Zealand. Thesis yang ia tulis untuk meraih gelar doctor adalah “Transport Development and the Rural Economy: Insights from Indonesia”
........................................................................................

Apa dampak yang paling langsung dari adanya pengembangan jaringan transportasi ini?Apakah juga secara langsung meningkatkan perekonomian masyarakat Kabupaten Nias dan Kabupaten Nias Selatan?

Dampak langsung dari adanya perbaikan sistem dan kualitas transportasi adalah terhadap aksesibilitas wilayah pada pusat-pusat pertumbuhan ekonomi. Dengan terjadinya peningkatan kualitas sistem transportasi jalan misalnya, dapat mempercepat waktu tempuh dan sekaligus mempermudah mobilitas barang dan jasa.
Namun demikian, perbaikan sistem transportasi tidak secara otomatis membangkitkan perekonomian. Perbaikan transportasi adalah satu tahapan untuk memberikan kemudahan. Tetapi, di sisi yang lain, sangatlah penting mengusahakan agar masyarakat dapat mengambil keuntungan dari sistem transportasi yang telah diperbaiki.
Ini adalah dua hal yang berbeda. Hal pertama adalah perbaikan sistem transportasi. Ini terkait dengan memperbaikan proses aksesibilitas yang merupakan domain pengembangan systim transportasi. Sedangkan aspek lain adalah mengenai bagaiman mempersiapkan masyarakat agar bisa mendapatkan manfaat secara ekonomis dari perbaikan sistem transportasi. Ini adalah tugas dari pengembangan sektor ekonomi.
Kita menyiapkan sistem transportasi tetapi kalau pengembangan ekonomi masyarakat tidak dipersiapkan, maka yang akan terjadi adalah penetrasi dari orang-orang kota yang dapat memanfaatkan sistem transportasi ini hingga ke desa-desa.
Hal ini mudah dilihat seperti jalan sudah baik tetapi tidak berdampak pada perbaikan harga-harga produksi petani. Karena yang terjadi adalah jaringan transportasi yang sudah baik tersebut justru hanya mempermudah masuknya para urban trader ke berbagai kawasan untuk mengambil hasil-hasil produksi petani.
BRR di Kepulauan Nias melakukan rekonstruksi Nias secara terintegrasi, yaitu bukan hanya membangun kembali infratruktur transportasi tetapi juga terhadap pengembangan perekonomian kawasan, perekonomian wilayah dan perekonomian desa. Supaya dengan demikian masyarakat bisa memanfaatkan dengan baik infratsruktur transportasi yang ada.
Adalah sangat penting pembangunan transportasi diikat dengan pembagunan sektor ekonomi masyarakat serta pembangunan kapasitas manusia dan kelembagaan. Tanpa itu maka ia tidak akan memberikan dampak bagus pada pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan.

Bagaimana dengan pemanfataan jalan-jalan yang sudah dibangun saat ini? Kasat mata kita melihat banyak jalan yang telah diperbaiki tetapi trafiknya sangat rendah, khusunya di luar kota Gunungsitoli.

Ada pemikiran dalam pembangunan, yaitu mengenai bagaimana kita membangun infrastrukturnya terlebih dahulu untuk memancing pertumbuhan ekonomi atau sebaliknya, kita membangun ekonominya dulu lalu infrastrukturnyanya mengikuti. Yang lazim adalah kita bangun infrastruktur dan kemudian ekonomi mengikuti. Pola seperti inilah yang kita kembangkan di Nias.
Ada opportunity untuk membangun infrastruktur maka kita membangunnya dengan baik sesuai prinsip BRR “build back better”. Asumsinya adalah, karena jalan semakin bagus, maka aksesibilitas kawasan meningkat, economic opportunitynya tambah banyak, sehingga mendorong proses pertumbuhan kawasan-kawasan perekonomian yang dilalaui oleh jalan-jalan yang telah terbangun tersebut.
Kesempatan perbaikan infrastruktur transportasi telah diberikan. Tetapi tidak boleh kita berhenti di situ. Pembangunan harus terus dikembangkan dengan konteks pembangunan yang terintegrasi. Sehingga jalan-jalan di luar kota Gunungsitoli yang sekarang sepi, dalam dua tahun mendatang traffiknya akan meningkat.
Sebenarnya peningkatan traffik yang sekarang terlihat di kota Gunungsitoli pun hanya karena adanya booming ekonomi akibat berjalanya rekonstruksi. Orang semakin mudah beli kendaraan, padahal dua tahun yang lalu jumlah kendaraan sangat sedikit. Jelas bahwa yang menikmati booming ekonomi masih terbatas pada masyarakat di perkotaan, sehingga lalulalang kendararaan pun adanya di kota.

Tetapi, masyarakat Nias memiliki potensi pariwisata dan sumber daya ekonomi yang besar seperti karet dan kakao?

Iya, tetapi potensi itu tidak hidup. Nias itu kaya dengan seluruh potensi alam tetapi belum dikelola agar secara ekonomi menguntungkan untuk investasi. Ada tiga hal penting yang harus dipenuhi jika kita bicara mengenai pengembangan ekonomi. Pertama, proses produksi. Sekarang ini produksi petani Nias masih sangat rendah baik mengenai kualitas maupun level produksi itu sendiri. Jadi karena produksinya rendah maka harganya pun rendah.
Berikutnya adalah adanya pasar yang kompetitif. Di Nias tidak ada industri processing hasil-hasil produksi petani. Sejak dari raw material semuanya diangkut ke luar. Karena itu pasar tidak tercipta di Nias, sehingga sebagian besar nilai produksi petani Nias akhirnya tidak dinikmati oleh petani Nias. Hal penting lainnya yang terkait adalah bisnis transportasi. Karena tidak adanya pasar dan bisnis yang berkembang di Nias maka bisnis transportasi menjadi tidak menarik.
Kalau orang datang ke sini untuk membeli barang yang sudah diproduksi dengan baik maka pasar itu akan tercipta di sini. Dan ketika pasar tercipta di Nias, maka terjadilah perputaran uang dan bisnis yang sekaligus mendorong bisnis transportasi berkembang.
........................................................................................

Ketika baru saja tiba di tanah air pada tahun 2005, mantan aktivis mahasiswa yang sempat menjadi pengajar bidang Transport and Development di University of Canterbury, New Zealand ini mendapat kepercayaan Kepala BRR NAD-Nias Kuntoro Mangkusubroto untuk membuka kantor perwakilan BRR di Nias. Ia menerima tawaran ini dengan yakin, meskipun pada saat yang sama ia telah mendapat berbagai tawaran pekerjaan di berbagai lembaga.

Bulan Juni 2005 ia pertama kali sampai ke Nias dan segera membuka kantor dan melegkapi staf pendukung. Di tengah kesulitan logistik dan daya dukung staf yang minim, ia dituntut segera mengkoordinir proses rekonstruksi dan sekaligus bertanggungjawab melaksanakan dana on budget (APBN) sebesar Rp. 450 milyar untuk Tahun Anggaran 2005.

Menurut William, meskipun BRR mendapat mandat melakukan rehabilitasi dan rekonstruksi pasca bencana, tetapi mengingat kompleksitas masalah kemiskinan dan keterbelakangan, maka kebijakan rehabilitasi dan rekonstruksi perlu mempertimbangkan aspek-aspek pembangunan. Dengan kata lain, rehab-rekon Nias tidak mungkin hanya dengan mengganti yang sudah rusak tetapi harus membangunnya menjadi lebih baik.

Itulah sebabnya, dalam berbagai kesempatan ia selalu menyampaikan bahwa meskipun menurut perhitungan total kerusakan karena bencana hanya diperkirakan sebesar Rp. 4 trilyun, namun Nias membutuhkan sekitar Rp. 10 Trilyun untuk membangunnya menjadi lebih baik. Berkat berbagai kampanye yang dirancangnya, maka dana rehab-rekon yang mengalir ke Nias pun melonjak hampir dua kali lipat per-tahunnya. Pada tahun 2006 dana APBN untuk rekonstruksi Nias meningkat menjadi Rp. 1,2 trilyun. Begitu juga dengan tahun 2007 sekitar Rp. 1.3 trilyun.

Menurut William, dengan dukungan donor internasional, harapan untuk mencapai kebutuhan 10 trilyun pembangunan Kepulauan Nias yang lebih baik akan dapat terpenuhi. Karena lobby dan prestasi kerja BRR yang baik selama ini, berbagai lembaga donor dan negara-negara sahabat telah merealisasikan bantuan dan bahkan menambah komitmen bantuan mereka.
........................................................................................

Apa yang BRR sumbangkan untuk membantu terjadinya proses keterkaitan antara pengembangan sistem transportasi dan pengembangan ekonomi?

Jadi yang secara sistematis BRR lakukan bersama-sama dengan pemerintah adalah: Pertama, kita menyiapkan hirarki sistim transportasi atau sistim transportasi yang memiliki hirarki. Kedua, memperbaiki jaringan-jaringan transportasi yang sentral atau strategis. Seperti pelabuhan sudah kita perbaiki yang kemudian memancing hadirnya sektor swasta pada bisnis trasnportasi. Kita juga memperbaiki beberapa jaringan jalan kabupaten.
Pemerintah daerah, apakah itu pada tingkat Sumatera atau Kabupaten Nias dan Nias Selatan ini diharapkan untuk melengkapi atau mendorong proses ini dengan memberikan anggaran untuk pengembangan transportasi yang memadai.

BRR kan masih berada di Nias hingga tahun 2009. Bagaimana harapan untuk pengembangan selanjutnya, khususnya dalam bidang transportasi?

Pertama, pemerintah mengalokasikan anggaran yang cukup untuk rekonstruksi sektor transportasi pada tahun depan. Jadi, katakanlah 50 persen dari anggaran, untuk pengembangan transportasi. Atau diusahakan agar anggaran dialokasikan secara maksimum untuk pengembangan transportasi, yang dapat digunakan untuk pemeliharaan dan pengembangan jaringan jalan yang menuju ke sistem tersier.
Kedua, adalah fokus pada usaha pengembangan ekonomi masyarakat. Ini yang harus diperbanyak. Ketiga, ada kemudahan untuk berinvestasi. Jadi jangan ditekankan pada peningkatan pendapatan asli daerah yang menghambat investasi. Tetapi sebaliknya, bagaimana memberikan kemudahan untuk mendorong investasi, yang kemudian dapat memberikan pemasukan kepada pemerintah dan masyarakat.
......................................................................................

Friday, June 08, 2007

Anggota DPR RI Syarfie Hutauruk: Nias Mengalami Kemajuan yang Luar Biasa


Anggota DPR RI Syarfie Hutauruk mendengarkan keterangan dari Kepala BRR Perwakilan Nias William P. Sabandar mengenai pembangunan Kantor Bupati Nias dengan arsitek rumah tradisional Nias (Gunungsitoli, Kamis 07 Juni 07)


Anggota DPR RI Drs. H. Syarfie Hutauruk menyatakan kekagumannya dengan kemjuan rehabilitasi dan rekonstruksi Kepulauan Nias. Menurut Syarfie, beberapa infrastruktur fisik di kota Gunungsitoli bahkan telah melampaui kemajuan kota Sibolga dan beberapa kota lainnya di Sumatera Utara.

“Nias luar biasa maju. Hal yang sangat penting saat ini adalah bagiamana agar pemerintah daerah dan masyarakat bahu membahu mengusahakan agar aset-aset rekonstruksi ini dikelola dan dipelihara dengan baik”, ungkap Syarfie saat mengunjungi lokasi pembangunan pasar modern di kota Gunungsitoli, Kamis (07/6).

Selain itu, Syarfie juga mengunjungi bangunan pengamanan pantai di sepanjang kasawan pusat perkotaan. Menurut Syarfie, kawasan pantai di Gunungsitoli dapat menjadi kawasan wisata yang menarik. Bangunan pengamanan pantai yang dikerjakan BRR saat ini sangat baik dan jika didukung dengan tata kota serta kebersihan yang memadai maka kawasan sepanjang pusat kota ini dapat mejadi tempat wisata yang menarik.

Perkuat Sumber Daya Manusia
Sumber daya manusia penting untuk diperhatikan. Untuk itu Pemerintah Daerah perlu memprogramkan pegembangan sumber daya manusia agar dapat mengelola dengan baik aset-aset yang kini telah dan sedang dibangun.

“Rumah Sakit Gunungsitoli saat ini sedang dibangun menjadi rumah sakit yang modern. Masyarakat Nias tidak perlu lagi ke Medan untuk berobat. Tetapi semuanya akan berfungsi maksimal jika didukung dengan sumber daya manusia yang memadai”, demikian ungkap Syarfie ketika melakukan kunjungan ke lokasi rekonstruksi rumah sakit Gunungsitoli.

Menurut Syarfie, jika sumber daya manusia ini tidak diperhatikan, maka bukan tidak mungkin pasar modern, rumah sakit Gunungsitoli dan infrastruktur yang dibangun dengan biaya yang mahal lainnya akan siah-siah.

Syarfie Hutauruk adalah salah satu dari 9 orang Tim Pengawas Penanggulangan Bencana Alam NAD dan Provinsi Sumatera Utara dari DPR RI yang melakukan kunjungan lapangan proyek rehabilitasi dan rekonstruksi di Kepulauan Nias. Tim Pengawas berada di Nias sejak hari Kamis dan akan melakukan kunjungan lapangan baik di Nias dan Nias Selatan, hingga hari Sabtu 9 Juni 2007.

Wednesday, May 16, 2007

Bappenas Mulai Menyusun Blueprint Rehab-Rekon Nias


*Bupapti Nias Mengharapkan Program Rekonstruksi Nias Hingga Tahun 2012

Gunungsitoli, Rabu 16 Mei 2007
Nias adalah daerah yang miskin dan terlupakan semenjak sebelum bencana tsunami dan gempa bumi. Karena itu upaya pembangunan kembali Nias pasca bencana tidak cukup hanya dengan mengembalikan keadaan seperti sebelum bencana, tetapi harus membangun kembali ke keadaan yang lebih lebih baik . Untuk itu program rehabilitasi dan rekonstruksi tidak cukup hanya sampai tahun 2009 tetapi perlu diperpanjang hingga tahun 2012.
”Kami mengharapkan rencana aksi rehabilitasi dan rekonstruksi wilayah Kepulauan Nias yang kini sedang disusun Bappenas agar diperpanjang hingga tahun 2012, sehingga dapat sekaligus merangkum rencana pembangunan jangka menengah daerah Nias”, demikian ujar Bupati Nias Binahati B. Baeha, SH saat pelaksanaan Konsultasi Publik Rancangan Awal Rencana Aksi Rehabilitasi dan Rekonstruksi Wiayah Kepulauan Nias di Kantor Bupati Nias, Gunungsitoli-Nias, Selasa (15/5).
Bupati Binahati juga mengusulkan, 5 prioritas rehabilitasi dan rekonstruksi Nias, yaitu infrastruktur dan perumahan, pendidikan, kesehatan, ekonomi dan sosial-kebudayaan/institusional building.
Kegiatan Konsultasi Publik dari Bappenas ini dihadiri oleh pmerintah daerah bersama tokoh-tokoh masyarakat Nias dan BRR Perwakilan Nias. Saran dan kritik masyarakat ini dimaksudkan untuk melengkapi RancanganAwal Rencana Aksi yang telah disusun oleh Bappenas bekerjasama dengan BRR NAD-Nias, Bappeda Provinsi Sumatera Utara, Bappeda Kab. Nias, Bappeda Kab. Nias Selatan, serta stakeholder di Kepulauan Nias.
Rancangan Awal Aksi Rehabilitasi dan Rekonstruksi Kepulauan Nias ini merupakan bagian dari proses penyusunan Blue Print pembangunan kembali Nias pasca bencana. Pelaksanaan kegiatan ini merupakan realisasi dari komitmen Kepala Bappenas Paskah Suzetta di Jakarta saat pelaksanaan Nias Island Stakeholder Meeting (NISM) ke-3 bulan Maret silam.

Mengacu Kepada RPJM Daerah
Kepala Sub Bidang Daerah Khusus Kewilayaan II Bappenas Hayu Parasati, selaku Ketua Perencanaan, Penanggulangan dan Penanganan Bencana (P3B) mempresentaskan rancangan awal rencana aksi. Ia menyebutkan, keberadaan rencana aksi merupakan penyempurnaan terhadap Rencana Induk Rehabilitasi dan Rekonstruksi Wilayah dan Kebidupan Masyarakat NAD dan Nias yang didasarkan kepada Perpres No. 30 Tahun 2005.
Rencana aksi ini pun mengacu kepada Rencana pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah yang memberikan arahan dalam rangka kesinambungan kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi pasca bencana. Waktu pelaksanaan dibagi ke dalam dua tahapan. Tahap 2007 – 2009 merupakan masa tugas dan tanggungawab BRR. Mulai tahun 2009 hingga selanjutnya tugas dan tangggungjawab pelaksanaan rehabilitasi dan rekonstruksi dilimpahkan kepada Pemerintah Daerah.
Selain itu, Hayu juga menerangkan rencana aksi pasca 2009. Antara lain, mengenai program yang mendukung pemeliharaan dan operasi dari fasilitas-fasilitas yang dibangun selama masa rekonstruksi dan program yang bertujuan menginstitusionalisakan skema pengurangan resiko bencana ke dalam kebijakan Pemerintah Daerah.

Tuesday, May 15, 2007

BRR Distrik Nias Menerima Tenaga Fasilitator


*300 orang lebih pelamar berdesakan mengikuti test

Dalam rangka pelaksanaan program rekonbstruksi perumahan berbasis masyarakat di wilayah Nias, BRR Distrik Nias merekrut tenaga fasilitator desa untuk mendampingi masyarakat dalam proses rekonstruksi perumahan mereka yang hancur karena bencana gema bumi pada 28 Maret 2005.

Proses perekrutan tahap 1, berupa test kompetensi mulai dilaksanakan hari ini, Selasa 15 Mei 2007 di Kantor BRR Distrik Nias. Tampak 300 orang lebih pelamar berdesak-desakan mengikuti proses seleksi tahap 1 ini.

”Proses seleksi fasilitator tahap 1 untuk merekrut 11 tenaga fasilitator desa. Tenaga fasilitator desa yang dibutuhkan adalah fasilitator bidang teknik dan fasilitator bidang sosial. Namun demikian, karena kurangnya tenaga teknik, maka pada tahap awal sangat diharapkan dapat direkrut mereka yang berlatar belakang pendidikan teknik dan berpengalaman”, demikian ujar Kepala Distrik Nias Yupiter Gulo.

Gulo menerangkan, untuk percepatan rehabilitasi dan rekonstrusi perumahan penduduk di Kabupaten Nias, BRR Distrik Nias sebenarnya membutuhkan ratusan fasilitator yang akan ditempatkan di 400 desa sasaran di Kabupaten Nias. Perekrutan pada tahap selanjutnya diharapkan dapat memenuhi kebutuhan fasilitator dimaksud, seiring dengan kesiapan desa-desa sasaran.

Ketua Panitia Seleksi Arif Hutapea menjelaskan, proses seleksi dilaksanakan secara bertahap. Test kompetensi ini untuk mengetahui kemampuan dasar peserta.

”Panitia membuka kesempatan kepada pelamar dari berbagai disiplin ilmu, namun disiplin ilmu teknik dan pengalaman akan sangat menentukan. Hal ini dikarenakan, sangat minim pelamar dengan disiplin ilmu dan pengalaman teknik”, demikian ujar Hutapea.

Sekitar 500 peminat sempat memadati kantor BRR Distrik Nias pada pagi hari, namun banyak di antara mereka pmengurungkan niat mengikuti test karena tidak memenuhi syarat sarjanah seperti yang ditetapkan panitia.

Friday, May 11, 2007

Sekber Laksanakan Rapat Koordinasi Rehabilitasi dan Rekonstruksi Nias

Harian Analisa (Edisi Jumat, 11 Mei 2007)

Medan, (Analisa)

Sekretariat Bersama Pemerintah Provinsi Sumatera Utara mengadakan rapat dalam rangka sinkronisasi dan koordinasi rehabilitasi dan rekonstruksi Kabupaten Nias Selatan di Sorake Teluk Dalam, baru-baru ini.

Wakil Ketua Koordinator Sekretariat Bersama (Sekber) Pemprovsu Hj Ir Nurlisa Ginting MSc dalam sambutannya mengatakan, pendirian Sekber Provsu merupakan jembatan penghubung antara BRR dengan Pemerintah Kabupaten Nias, Kabupaten Nias Selatan dan Pemerintah Provinsi Sumatera Utara.

”Dengan berfungsinya Sekber ini kami mengharapkan terjalin koordinasi dan sinkroniasi program dalam proses rehabilitasi dan rekonstruksi. Melalui koordinasi dan sinkronisasi ini juga diharapkan Pemkab Nias dan Pemkab Nias Selatan dapat lebih berdaya dalam memelihara dan melanjutkan proses rekonstruksi pada masa mendatang,” sebut Nurlisa.

Kepala BRR Perwakilan Nias William P Sabandar dalam pemaparannya mengharapkan agar masing-masing Sekber dapat melaksanakan tugasnya dengan baik dan dapat saling mengisi sesuai fungsi dan kapasitas yang dimiliki pemerintahan kabupaten dan provinsi.

Turut menyampaikan pemaparan anatara lain, Sekretaris Daerah Kabupaten Nias Selatan JW Dachi dan Kepala Bappeda Nias Selatan Herman Laia. Selain itu juga hadir Kepala BRR Distrik Nias Selatan Siduhu Aro Dachi.
Sekber Provinsi Sumatera Utara dibentuk awal Maret 2007 dan dipimpin Drs RE Nainggolan MM yang juga Kepala Bappeda Sumatera Utara.
Sedangkan di Nias dan Nias Selatan juga terdapat Sekber yang berfungsi mendukung proses perencanaan, serta koordinasi dan komunikasi pada masing-masing kabuten.

ACTION PLAN
Pertemuan koordinasi dan sinkronisasi dengan Pemerintah Kabupaten Nias Selatan ini sepakat menetapkan beberapa butir-butir tindakan yang akan dilaksanakan secara bersama pada masa mendatang.

Butir-butir yang disepakati meliputi, penangan masalah lahan/pertanahan yang akan digunakan dalam rehab rekon perumahan. Penjelasan perlunya kapal fery dan pembuatan dermaga di Nias Selatan.

Penanganan masalah pengadaan air minum, persampahan dan masalah sanitasi. Penanganan Jalan Provinsi serta pemeliharaan aset-aset BRR/NGO yang sudah dan sedang dibangun di wilayah Kabupaten Nias Selatan.

Setelah mengadakan rapat, peserta mengadakan kunjungan lapangan ke lokasi proyek rehabilitasi dan rekonstruksi bagi korban bencana gempa dan tsunami di Nias Selatan.

Rombongan sempat melihat-lihat proyek perumahan di kawasan Sorake Teluk Dalam di mana ditemukan masih ada rumah yang belum ditempati warga masyarakat. (rel/msm

Tuesday, May 08, 2007

Sekber Provsu Adakan Rapat Koordinasi Rehab-Rekon di Nias Selatan



Sekretariat Bersama Pemerintah Provinsi Sumatera Utara mengadakan rapat dalam rangka sinkronisasi dan koordinasi rehabilitasi dan rekonstruksi Kabupaten Nias Selatan, di Sorake Teluk Dalam pada hari Senin (7/5).

Wakil Ketua Koordinator Sekber Pemprovsu Hj. Ir. Nurlisa Ginting, MSc dalam sambutannya mengatakan, pendirian Sekber Provsu merupakan jembatan penghubung antara BRR dengan Pemerimtah Kabupaten Nias, Kabupaten Nias Selatan dan Pemerintah Provinsi Sumatera Utara.

”Dengan berfungsinya Sekber ini kami mengharapkan, terjalin koordinasi dan sinkroniasi program yang baik dalam proses rehabilitasi dan rekonstruksi. Melalui koordinasi dan sinkronisasi ini juga diharapkan Pemkab Nias dan Pemkab Nias Selatan dapat lebih berdaya dalam memelihara dan melanjutkan proses rekonstruksi pada masa mendatang”, demikian ujar Nurlisa.

Kepala BRR Perwakilan Nias William P. Sabandar dalam pemaparannya mengharapkan agar masing-masing Sekber dapat melaksanakan tugasnya masing-masing dengan baik dan dapat saling mengisi sesuai fungsi dan kapasitas yang dimiliki oleh pemerintahan kabupaten dan provinsi.
Turut menyampaikan pemaparan adalah Sekretaris Daerah Kabupaten Nias Selatan JW Dachi dan Kepala Bappeda Nias Selatan Herman Laia. Selain itu juga hadir Kepala BRR Distrik Nias Selatan Siduhu Aro Dachi.

Sekber Provinsi Sumatera Utara dibentuk awal Maret 2007 dan dipimpin oleh Drs. RE Nainggolan, MM yang juga adalah Kepala Bappeda Sumatera Utara. Sedangkan di Nias dan Nias Selatan juga terdapat Sekber yang berfungsi mendukung proses perencanaan, serta koordinasi dan komunikasi pada masing-masing kabuten.

Action Plan
Pertemuan koordinasi dan sinkronisasi dengan Pemerintah Kabupaten Nias Selatan ini sepakat menetapkan beberapa point-point tindakan yang akan dilaksanakan secara bersama pada masa mendatang.

Point yang disepakati meliputi, penangan masalah lahan/pertanahan yang akan digunakan dalam rehab rekon perumahan. Penjelasan perlunya kapal fery dan pembuatan dermaga di Nias Selatan.

Penanganan masalah pengadaan air minum, persampahan dan masalah sanitasi. Penanganan Jalan Provinsi serta pemeliharaan aset-aset BRR/NGO yang sudah dan sedang dibangun di wilayah Kabupaten Nias Selatan.

Setelah mengadakan rapat, peserta mengadakan kunjungan lapangan ke lokasi proyek rehabilitasi dan rekonstruksi bagi korban bencana gempa dan tsunami di Nias Selatan. Rombongan sempat melihat-lihat proyek perumahan di kawasan Sorake Teluk Dalam dimana ditemukan masih ada rumah yang belum ditempati warga masyarakat.

Monday, May 07, 2007

20 Wartawan Nias Ikuti Pelatihan Journalistik di Jakarta


Sebanyak 20 orang wartawan yang berkedudukan di Nias dan Nias Selatan mengikuti kegiatan pelatihan journalistik di Jakarta selama 11 hari, mulai tanggal 07-18 Mei 2007. Kegiatan ini diselangarakan oleh BRR NAD-Nias bekerjasama dengan Lembaga Pers Dr. Sutomo Jakarta (LPDS). Seluruh biaya, baik biaya pelatihan maupun transportasi maupun akomodasi selama berada di Jakarta ditanggung oleh BRR NAD-Nias.
Keterangan ini disampaikan oleh Manager Komunikasi dan Informasi Publik Emanuel Migo saat melepas kepergian wartawan di Bandara Binaka Nias, Sabtu 5 Mei 2007.

Migo mengharapkan agar peserta mengikuti kegiatan ini dengan sebaik-baiknya, dan agar pengalaman dan pendidikan bersama LPDS yang kredibel dapat meningkatkan kerjasama dan kemampuan wartawan Nias dan Nias Selatan dalam menyampaikan pelaporan atau reportase di media.

Migo menjelaskan, mereka yang diundang mengikuti seleksi adalah wartawan, termasuk koresponden, dari media pers cetak, media siaran radio dan televisi, dan media on-line (internet), baik yang dikelola di daerah maupun yang berskala nasional. Proses selekasi yang dilakukan oleh LPDS sendiri. BRR Perwakilan Nias tidak ikut campur dalam proses seleksi.

Daftar Peserta Pelatihan:
-SKM Berita Nias: Januari Mendrofa, Fatiwanolo Harefa, Aroziduhu Zega
-SKM Brantas: Lalaziduhu Harefa
-SKM Gebrak: Faogomano Harefa, Belala Zega
-Harian Analisa: Karsani Aulia Polem
-SKM Ekspos Independent: Saribudi Dawolo
-Harian Mimbar Umum: Yamobaso Giawa
-RRI Gunungsitoli: Syarbaini
-Harian Waspada: Bothani Manjaya Telaumbanua
-SKM Media Fakta: Marllyin F. Lawőlő
-SKM Indonesia Merdeka: Nosdirman Lase
-SKM News Investigasi: Inoto Mendrofa
-SKM Madya Pos: Yafahőna Mendrőfa
-Harian Realitas: Firman Zebua
-Harian Mandiri: Suarman Telaumbanua
-SKM Warta Indonesia Baru: Al Az Lubis
-Harian Portibi DNP: Rendoes Halawa
-Harian Berita Sore: Walaupun Sarumaha

Para pengajar
Para pengajar adalah akademisi, wartawan, dan pengamat pers berpengalaman luas, termasuk para pakar yang telah memimpin penerbitan pers terkemuka dan bahkan juga aktivis gerakan anti korupsi. Mereka adalah Atmakusumah Astraatmadja, Maskun Iskandar, Masmimar Mangiang, Pius Pope, Sri Mustika, Syahrir Wahab, Teten Masduki, Thahir D. Asmadi, Tribuana Said dan Warief Djajanto Basorie.

BRR Perwakilan Nias Adakan Workshop Pengembangan Masyarakat

Sebagai bagian dari upaya pengembangan keterlibatan masyarakat dalam proses rekonstruksi, maka BRR Perwakilan Nias (Regional VI) sedang giat merancang program rekonstruksi berbasis masyarakat.

Program berbasis masyarakat ini antara lain diterapkan dalam program pembangunan perumahan masyarakat dan pada sektor perekonomian. Pendekatan serupa diharapkan dapat dierapkan pada semua sektor rehabilitasi dan rekonstruksi Nias dan Nias Selatan.

Agar pendekatan program ini dipahami oleh semua pelaku inti BRR Perwakilan Nias maka akan diadakan Workshop Pengembangan Masyarakat, yang akan diadakan pada Kamis, 10 Mei 2007 di Pendopo Bupati, Gunungsitoli Nias.

"Workhsop ini dilaksanakan sebagai forum penyamaan cara pandang terhadap kebijakan BRR Nias untuk memperbesar peran masyarakat di dalam proses rehabilitasi-rekonstruksi, dan bertujuan agar masing-masing memahami fungsi, tugas dan perannya secara struktural maupun fungsional", demikian ungkap Willian di Gunungsitoli, Sabtu 05 Mei 2007.

William mengharapkan agar peserta yang diundang agar hadir mengikuti kegiatan workshop tersebut. Peserta yang diundang adalah Kepala Distrik Nias, Kepala Distrik Nias Selatan, Kepala Bidang di lingkungan BRR Wilayah VI, Asisten Kepala Bidang, Manager, KPA dan PPK di lingkungan wilayah VI Nias.

Pembicara pada workhsop ini sebagai berikut:
William Sabandar dengan topik Kerangka Kebijakan Pendekatan Pelaksanaan Program BRR Nias Tahun 2007.
Koni Samadhi dengan topik Upaya Melibatkan Masyarakat dalam Rehabilitasi dan Rekonstruksi di Berbagai Sektor Kegiatan BRR Nias sebagai Exit Strategy BRR Nias.
Erwin Fahmi dengan topik Prinsip, filosofi dan konsepsi pendekatan pembangunan berbasis masyarakat.
Yuniarto dengan topik Pengaruh pendekatan partisipatif terhadap peningkatan kualitas tenaga kinerja rekonstruksi.
Bambang Irawan dengan topik Gambaran Umum Pelaksanaan BLM di BRR Nias.

Setelah penyajian dengan topik-topik seperti disebut di atas, workshop dilanjutkan dengan diskusi (FGD).

Kegiata ini dimulai dari jam 8.00 WIB dan berakhir pada jam 14.15 WIB.

Detik Finance: Berita Pasar Modern Nias

KLIK JUDUL

Wednesday, May 02, 2007

PASAR MODERN SENILAI RP. 20 MILYAR SEGERA DIBANGUN DI NIAS

Kontrak pembangunan pasar modern ”Ya’ahowu” antara BRR Perwakilan Nias dan PT Adhikarya diadakan di Gunungsitoli – Nias, pada Senin (30/4). Kegiatan yang diadakan di Lt. 2 Kantor Bupati Nias ini dihadiri antara lain oleh Kepala BRR Perwakilan Nias William P. Sabandar, Bupati Nias Binahati B. Baeha, Wakil Bupati Nias Tema Zaro Harefa dan Kepala BRR Distrik Nias Yupiter Gulo.

Penandatangan kontrak ini dilaksanakan oleh PPK Koperasi, UKM & Perdagangan BRR Perwakilan Nias Imanuel Zega dan dari PT Adhikarya oleh Kepala Div. III Wilayah Sumatera Ir.Djoko Prabowo.

Menurut Kepala BRR Distrik Nias Yupiter Gulo, pasar modern yang menelan lebih kurang Rp. 20 milyar ini berasar dari anggaran BRR Perwakilan Nias dari dana APBN 2007. Pasar dimaksud dibangun di atas lahan timbunan seluas 7.200 M2 bekas reruntuhan ruko di pusat kota Gunungsitoli. Rancang bangun pasar ini berlantai dua, terdiri dari 3 blok (Blok A, B, C) serta bangunan kantor dan Gudang.

PPK Ekonomi BRR Nias Imanuel Zega menjelaskan bahwa pembangunan proyek pasar ini menurut rencana mulai pertengahan bulan Mei 2007. Waktu dua minggu semenjak penandatanganan kontrak digunakan untuk pengurusan lahan dan pematokan. Dia berharap semuanya berjalan dengan lancar, sehingga pembangunan dapat mulai berlangsung sesuai rencana.

Butuh Dukungan Seluruh Elemen Masyarakat
Kepala BRR Perwakilan Nias William P. Sabandar dalam sambutannya mengatakan, pembangunan pasar modern yang akan menjadi pusat perdagangan kebanggaan masyarakat Nias ini membutuhkan dukungan seluruh lapisan masyarakat.

”Proyek ini harus benar-benar dikawal dan didukung oleh seluruh elemen masyarakat dan Pemda, agar berjalan sesuai dengan rencana. Permasalahan seperti lahan yang mungkin muncul, agar dapat juga difasilitasi penyelesaiannya oleh Pemda”, demikian ujar William.

Tepat Waktu dan Mutu
Bupati Nias Binahati Baeha, dalam sambutannya mengatakan PT.Adikarya adalah perusahan Nasional dengan reputasi internasional. Tidak perlu diragukan lagi kinerja perusahaan ini untuk dapat bekerja tepat waktu dan tepat mutu, karena nama PT.Adikarya menjadi taruhannya.

Untuk itu Bupati Nias menyatakan bahwa masyarakat Nias berharap sampai Desember 2007 ini proyek pembangunan pasar modern dimaksud sudah selesai.

Bupati juga mengharapkan agar PT.Adikarya mau menggunakan tenaga lokal dan kalau bisa hindari import tenaga kerja.

Sementara itu, mewakili PT Adhikarya Djoko Prabowo dalam sambutannya mengatakan konsep pasar Ya’ahowu adalah konsep pasar trading modern. Pembangunan pasar pun dirancang dengan konstruksi tahan gempa.

(Eddy Lasse/PIC BRR Nias)

Friday, April 27, 2007

BRR Nias adakan Rapat Kerja Tahun 2007

Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi (BRR) NAD-Nias Perwakilan Nias melaksanakan Rapat Kerja Tahunan pada hari Sabtu, 28 April 2007 jam 8.30 sampai dengan 18.30 di Laverna Gunungsitoli.

Rapat ini akan dihadiri oleh Pimpinan BRR Perwakilan Nias, termasuk Kepala Distrik Nias dan Nias Selatan, KPA di lingkungan BRR Regional VI Nias, SAK dan PPK.

Agenda Rapat Kerja, sebagai berikut:
I
Paparan Kepala Kantor Wilayah VI William P. Sabandar, Kepala Perencanaan dan Pengendalian T. Nirarta Samadhi, Kepala Sekretariat Dody Hanggodo, Kepala Distrik Nias Yupiter Gulo, Kepala Distrik Nias Selatan Siduhu Aro Dachi dan Unit Pengawas Internal.

II
Paparan dari KPA Perumahan dan Infrastruktur Nias Buyung Sitompul, KPA Pengembangan Ekonomi, SDM dann Kelembagaan Armansyah Siregar, KPA Perumahan dan Infrastruktur Nias Selatan Asbel Parhusip, KPA Pengembangan Ekonomi, SDM dan Kelembagaan Hotner Sibarani.

II
Kelompok Diskusi
-Perencanaan dan Pengendalian
-Pengawasan Melekat
-Kesekretariatan
-Distrik Nias
-Distrik Nias Selatan
-Satker dan Proyek

III
Paparan Hasil Kelompok Diskusi

Wednesday, April 25, 2007

Serah Terima Aset Hasil Rehab-Rekon Kepulauan Nias

Kepala Badan Pelaksana BRR NAD-Nias Kuntoro Mangkusubroto didampingi Menteri Perhubungan Hatta Radjasa sedang memberikan penjelasan kepada para wartawan seusai acara penyerahan dokumen pengelolaan aset hasil Rehabilitasi dan Rekonstruksi di kepulauan Nias, Jakarta, Kamis, 19 April 2007. Aset senilai 13miliar rupiah dari Tahun Anggaran 2005 dan 2006 tersebut antara lain Dermaga darurat Gunung Sitoli dan Lahewa, Bandara Binaka, Gunung Sitoli, Kab. Nias dan Bandara Lasondre di pulau Batu, Kab. Nias Selatan. Mewakili BRR Perwakilan Nias dalam pertemuan ini adalah Kepala Sekretariat Doddy Hanggodo.

Monday, April 16, 2007

Tuesday, April 10, 2007

Pulau Terluar di Nias Banyak Dikuasi Orang Asing

Harian Kompas. Klik Judul untuk berita selengkapnya

Monday, April 02, 2007

Cetak Biru Pembangunan Nias Harus Berbasis Kepulauan

Senin, 02 April 2007

Gunungsitoli, Kompas - Cetak biru (blue print) program rekonstruksi dan rehabilitasi Nias pascagempa bumi yang tengah dikerjakan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional harus berbasis kepulauan. Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi Nanggroe Aceh Darussalam-Nias meminta Bappenas membuat cetak biru tersendiri yang terpisah dari cetak biru pembangunan kembali Aceh pascabencana.

"Sebelumnya Nias hanya disertakan sedikit dalam blue print Aceh pascabencana. Sekarang Bappenas telah menyetujui blue print pembangunan kembali Nias yang tersendiri dari Aceh. BRR meminta agar blue print Nias pascabencana yang sekarang digodok di Bappenas ini harus berbasis pembangunan wilayah kepulauan," kata Kepala Perwakilan BRR di Nias William P Sabandar di Gunungsitoli, akhir pekan lalu.

Pentingnya cetak biru Nias yang berbasis pembangunan kepulauan, lanjut William, karena selama ini Nias sering dianggap bagian dari daratan (Sumatera Utara). Padahal, secara spesifik, karakteristik wilayah Nias dan Pulau-pulau Batu adalah wilayah kepulauan. Akibatnya, Nias justru menjadi wilayah yang terisolasi dan miskin di Sumut.

Penjabaran cetak biru yang berbasis pembangunan wilayah kepulauan, menurut William, bisa tergambar dalam rencana umum tata ruang dan wilayah oleh Pemerintah Kabupaten Nias dan Nias Selatan. "Karena laut jadi pemersatu wilayah ini," katanya.

Dia mencontohkan, jika cetak biru Nias telah jadi, pembangunan sarana transportasi yang bisa mengintegrasikan wilayah kepulauan Nias menjadi salah satu prioritas. Dalam proses rehabilitasi dan rekonstruksi yang dilakukan BRR selama ini, pembangunan infrastruktur transportasi berupa pelabuhan laut menjadi salah satu prioritas.

"Akan ada lima pelabuhan utama di Nias, yakni Pelabuhan Gunungsitoli, Lahewa, Teluk Dala, Sirombu, dan Pulau-pulau Batu. Pelabuhan Gunungsitoli dalam jangka panjang akan dikembangkan untuk kapal-kapal yang cukup besar," katanya.

Selama ini proses rekonstruksi dan rehabilitasi Nias tidak berdasarkan cetak biru, tetapi bukan berarti BRR membangun tanpa konsep. "Konsepnya tetap ada, hanya tidak dalam bentuk blue print," ujar William. (bil)

Protesters slam reconstruction, rehabilitation work in Nias

Thursday, March 29, 2007

Apriadi Gunawan, The Jakarta Post, Medan

Nias students protested Wednesday outside the North Sumatra Legislative Council in Medan over the pace of reconstruction on the earthquake-devastated island.

Members of the Nias Students Alliance criticized the provincial government for failing to draw up a reconstruction blueprint for Nias two years after the island was struck by a massive quake.

Protest coordinator Darnis Harita said the government was not serious about rebuilding Nias, pointing to the lack of an official reconstruction plan as proof.

He said reconstruction on the island would only be complicated by the lack of a blueprint, and claimed that numerous villages on Nias had yet to see any reconstruction activity.

"We estimate that around 50 percent of villages affected by the earthquake in Nias have not been rebuilt," Harita told The Jakarta Post.

Harita, who comes from Teluk Dalam district in South Nias regency, said many quake survivors were still living in makeshift shelters.

"Thousands of refugees are still holed up in tents because they have not been provided with houses. They have lived the last two years without being certain of their fate," said Harita, adding that some 200 Nias quake survivors were still taking shelter in Medan.

The earthquake that hit Nias on March 28, 2005, killed hundreds and forced around 70,000 people from their homes. Total losses on the island were estimated at around Rp 4 trillion (about US$450 million).

Aceh-Nias Reconstruction and Rehabilitation Agency (BRR) spokesman Emanuel Migo acknowledged Wednesday that some Nias quake survivors were still living in tents and temporary barracks.

He said the agency had built 6,332 permanent houses as of February this year, of the total 15,000 houses it hopes to complete by 2009.

He said that in addition to the BRR, a number of non-governmental organizations also were building houses for survivors.

"We have also received pledges from various agencies, including from the World Bank for 5,000 houses and the Canadian Red Cross for 2,500 houses. So we hope the problems will be overcome this year," said Migo.

Asked about a draft for reconstruction on Nias, Migo said the central government, through National Development Planning Board chairman Paskah Suzetta, had promised to complete a blueprint in two months at the latest.

"The Bappenas chairman conveyed this promise in Jakarta recently. We hope the blueprint can be completed on time," he said.

The United Nations Children's Fund (UNICEF) is also working to improve the lives of children and their families affected by the disaster.

It has built 41 semi-permanent schools for 9,000 elementary school students. More than 140,000 elementary school students have received school materials, such as books, paper and pencils.

However, two years after the earthquake, much of the island's infrastructure is still damaged, and the lack of accessibility and low capacity of local contractors continue to slow the reconstruction process.

"We have only started our work," head of the UNICEF Nias sub-office, Raoul de Torcy, said in a statement. "This is our chance to make the lives of the people better than they used to be even before the earthquake. UNICEF has a long-term commitment to the people of Nias, and we will not leave before our work is accomplished."

Berita Dua Tahun Gempa Nias

BERITA-BERITA DARI KUNJUNGAN MEDUA 2 TAHUN GEMPA NIAS. klik judul untuk berita selengkapnya.

Friday, March 30, 2007

Foto News: 2 Tahun Gempa Nias

15 Persen Pembangunan Perumahan di Nias Ditelantarkan

Kompas, 30 Maret 2007

15 Persen Pembangunan Perumahan di Nias Ditelantarkan

Laporan Wartawan Kompas Khaerudin

GUNUNGSITOLI, KOMPAS--Sebanyak 15 persen dari total 6296 unit rumah yang dibangun Badan Rekonstruksi dan Rehabilitasi Nanggroe Aceh Darussalam-Nias atau BRR NAD-Nias ditelantarkan kontraktornya. BRR NAD-Nias sampai saat ini memutus kontrak pembangunan 423 unit rumah.
Selanjutnya, rumah-rumah yang ditelantarkan kontraktor tersebut, bakal diserahkan pembangunannya ke masyarakat setempat. Kepala Perencanaan dan Pengendalian BRR Wilayah Nias Koni Samadhi menuturkan, sudah ada tiga kontraktor yang telah di-black list oleh BRR akibat menelantarkan proyek pembangunan perumahan. Proyek perumahan yang ditelantarkan tersebar di beberapa lokasi, antara lain Kecamatan Mandrehe dan Gido.
Menurut Koni, penyebab ditelantarkannya proyek-proyek perumahan tersebut karena kontraktor tidak menggunakan uang muka proyek kurang sesuai peruntukannya. Sebelum memulai proyek, BRR menurut Koni memberikan uang muka sebesar 30 persen dari total nilai proyek.
“Namun uang tersebut tidak digunakan semestinya. Bukannya malah digunakan untuk membeli bahan bangunan, kontraktor malah menggunakan uang muka tersebut untuk membeli kendaraan. Saat uang muka habis dan belum ada lagi kucuran dana proyek, mereka kemudian menghentikannya sementara waktu,” kata Koni di Gunungsitoli, Selasa (30/1).
Keterlambatan akibat penggunaan uang muka proyek ini menurut Koni tak bisa ditolerir karena masyarakat Nias sudah sangat membutuhkan perumahan, setelah hampir dua tahun mereka menempati penampungan pengungsi sementara atau di tenda-tenda. Koni menilai, kondisi ini terjadi akibat kontraktor yang mengikuti tender ternyata tidak memiliki kapasitas yang memadai untuk membangun proyek perumahan warga.
Akal-akalan kontraktor
Dia mengakui, saat melakukan tender sebenarnya BRR sudah melakukan verifikasi terhadap semua peserta. Namun terkadang, banyak kontraktor yang terus melakukan akal-akalan dan tidak diketahui BRR. “Kontraktor ini kan banyak akalnya, kadang sudah kita antisipasi, mereka punya cara lain mengelabui kami,” ujarnya.
Terhadap proyek-proyek perumahan yang ditelantarkan kontraktor tersebut, BRR lanjut Koni akan melanjutkan pembangunannya dengan skema berbasis masyarakat. “Nantinya kami akan serahkan pembangunannya ke masyarakat. Kami berikan dana langsung ke masyarakat, dan masyarakat yang membangunnya sendiri sesuai keinginan mereka,” ujarnya.
Pembangunan perumahan berbasis masyarakat ini nantinya juga menjadi skema proyek perumahan BRR dalam waktu mendatang. Tahun 2007 sebanyak 2193 unit rumah dibangun menggunakan skema ini. “Kalau dibangun kontraktor rumahnya akan seragam, sementara jika masyarakat yang membangun, nantinya mereka sendiri yang menentukan, seperti apa rumahnya,” tutur Koni.
Sejak bertugas di Nias April 2005 sampai dengan akhir tahun 2006 jumlah proyek perumahan yang selesai dibangun BRR sebanyak 4.389 unit. Tahun 2006 BRR merencanakan membangun 6.296 unit rumah, namun yang selesai baru 2.733 unit, sementara sisanya sebanyak 3.140 unit dibangun secara carry over dananya di tahun 2007.
“Mekanisme carry over dana di tahun 2006 untuk digunakan tahun 2007 dimungkinkan karena khusus untuk Aceh dan Nias kami menggunakan mekanisme tahun jamak, sehingga proyek rekonstruksi tidak harus selesai akhir tahun anggaran atau tanggal 31 Desember setiap tahunnya,” kata Koni.
Kepala Perwakilan BRR Nias William P Sabandar menurturkan, selain pembangunan perumahan, untuk tahun 2007 prioritas BRR di Pulau Nias adalah memperbaiki infrastruktur transportasi dan pembangunan kesehatan. Perbaikan transportasi darat, laut dan udara akan dipadukan untuk mempercepat aksesibilitas dan mobilitas warga. Sedangkan untuk pembangunan kesehatan, Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Gunungsitoli bakal dijadikan rumah sakit rujukan di pulau ini.

ADB and BRR Lead Mid-Term Review of ETESP’s SPEM Project in Nias

GUNUNG SITOLI, NIAS, March 16, 2007. Asian Development Bank (ADB) and Black & Veatch organized a mid-term review of Earthquake and Tsunami Emergency Support Project Package 24 (ETESP-24) project under the auspices of Rehabilitation and Reconstruction Agency NAD-Nias (BRR NAD-Nias) and Agency for Regional Development Planning (Bappeda) in Nias on the work completed in four of the eight sub-districts namely Botomuzoi, Hiliduho, Namohalu Esiwa, and Tugala Oyo. It aims to disseminate the preliminary information gathered across these sub-districts and to seek BRR and Bappeda’s support for the ongoing activities.

The mid-term review was completed on March 6, 2007 in Bappeda Nias office and was well attended by delegates from Bappeda, ADB, BRR, NGO, and the community leaders from Hiliduho, Lotu, Botomuzoi and Namohalu Esiwa sub-districts. Topics discussed included ideas which will be incorporated into the RKPD, Rencana Kerja Pemerintah Daerah, (Local Government’s Work Plan) and other NGO programs.

“We are delighted with what ETESP-24 has achieved. We would appreciate if the coverage is extended to the remainder of the island. We plan to incorporate these projects into our next budgeting and planning cycle,” says the Head of the Bappeda in Nias, Baziduhu Zebua.

A similar enthusiasm is expressed by William Sabandar, the Head of BRR Nias, “I expect ETESP-24 would cover all sub-districts in Nias and Nias Selatan and should be used not only by BRR, but also other stakeholders, the local government, NGOs, and donor agencies. These Action Plans will facilitate future planning for the local government and BRR.”

Since November 2006, Black & Veatch, under contract with the Asian Development Bank’s (ADB) Earthquake and Tsunami Emergency Support Project Package 24 (ETESP-24) has been focusing on Spatial Planning and Environmental Management (SPEM) at the sub-district (kecamatan) level. This specific project, ETESP-24, is part of a suite of rehabilitation and reconstruction projects funded by the ADB and coordinated by the BRR, Badan Rekonstruksi dan Rehabilitasi NAD-Nias (Rehabilitation and Reconstruction Agency NAD-Nias). The technical assistance will produce frameworks to assist “building back better” the areas in Aceh and Nias affected by the disasters.

ETESP-24 focuses on preparing spatial development planning frameworks and action plans for selected sub-districts and consolidates a broad spectrum of issues such as location data and stakeholders inputs as a basis for more accurate and balance detailed planning in the future. The frameworks include information on population and land area, land usage, economic activities and livelihood, environment and natural resources, government and institutions, social services, and infrastructure. Kecamatan Spatial Frameworks and Action Plans (KSF-APs) are being prepared for 20 sub-districts designated by BRR in Nias, Simeulue and Aceh Selatan.

Attending the mid-term review, Rehan Kausar, ADB’s Housing and Spatial Planning Advisor, explains, “These KSF-APs are not just documents but extremely valuable planning tools. That is why the involvement of the BRR and Bappeda is crucial to endorse this exercise. These frameworks identify projects in terms of priority and ideally should feed into the district’s public expenditure plan.”

The Team Leader of ETESP-24, William Bloxom, notes that while the current scope of work covers only eight sub-districts in Nias, these plans should serve as a model for the next session of field work.
According to him, one of the key aspects of this approach is defining the linkages between the individual sub-district plans. “If the same approach is followed for the remaining sub-districts, Nias would end up with an integrated network of plans all nested within the overall district spatial plan.”

The KSF-AP and data analysis are expected will be available for government planners and decision makers, donor organizations, local and international NGOs, community leaders and other organizations involved in development, reconstruction and rehabilitation in NAD-Nias.

“I think it’s important to start sharing that sub-district information with the UN, NGOs and the various Red Cross organizations. UNORC is always ready to work together and share information and data. Using these frameworks will help NGOs and UN in the coming years to identify small infrastructure project and seek the necessary funding,” recommends the Head of Office of the United Nations Recovery Coordinator for Aceh and Nias (UNORC) Nias office, Ros Young. She also explained that the problem in Nias for the last two years is that there weren’t much information about the conditions on the island.

To support effective and comprehensive planning, ETESP-24 utilizes the latest GIS technology and methods to determine and present up-to-date spatial information about an area. This information will facilitate more accurate and realistic determination of needs and more effective comparison of factors so the selected projects will contribute to a more rational and sustainable development.

As strengthened by T. Nirarta Samadhi, Head of Planning and Controlling Division of BRR Nias, “The advantage of ETESP-24 is that it will provide a geospatial database in mapping format as basis for decision making.”

For more information about ETESP-24 and other ETESP projects, please contact:






© ETESP-24 SPEM March 2007

ADB Extended Mission in Sumatera
Head of ADB-EMS
Jln. Cut Nyak Dhien 375, Lamteumen Timur
Banda Aceh, NAD 23236
T: 0651 41429 F: 0651 45773
www.adb.org


BRR Nias Representative
Head of Planning and Controlling Division
Jln. Pelud Binaka Km 6,6 Desa Fodo
Gunung Sitoli, Nias
T: 0639 22848 F: 0639 22035
www.brr.go.id


BRR NAD-Nias
Deputy of Housing and Settlement
Jln. Muh. Thaher 20, Leung Bata
Banda Aceh, NAD 23247
T: 0651 636666 F: 0651 637777
www.brr.go.id

Thursday, March 29, 2007

Sudah Terlalu Lama di Pengungsian_KOMPAS

Kompas, 28 Maret 2007

Pascagempa NiasSudah Terlalu Lama di Pengungsian

khaerudin

Masrifa Tanjung masih ingat penghasilannya saat menjadi nelayan sebelum gempa bumi mengguncang Pulau Nias, 28 Maret 2005. Ia mengantongi Rp 300.000 per minggu. Kini, meraih Rp 10.000 per hari, bapak enam anak ini merasa sulit luar biasa.
Sebelum gempa, Masrifa bersama keluarganya mengontrak rumah, yang kemudian hancur tak bersisa. Setahun sejak gempa, Masrifa dan ratusan keluarga nelayan bernasib sama tinggal di tenda pengungsian di Gunungsitoli. Sejak setahun terakhir, ia menghuni perumahan sementara di Lamcandika Pramuka, Desa Saewe, 5 km dari Gunungsitoli.
Dua tahun setelah gempa, kehidupan bertambah sulit bagi Masrifa dan keluarganya. Bantuan makanan yang biasa didapat dari Program Pangan Dunia PBB (WFP) praktis tak lagi mereka terima sejak Desember. Untuk menghidupi keluarganya, Masrifa bekerja serabutan. "Kadang jadi kuli angkut pupuk di gudang FAO (Organisasi Pangan dan Pertanian). Upahnya Rp 10.000," tutur Masrifa.
Tak jauh berbeda dengan nasib keluarga Masrifa, keluarga Ramadhan Zebua merasakan hal yang sama. Istrinya, Warni Nduru, bekerja sebagai pengumpul ikan untuk dijual ke pasar di Gunungsitoli. Sekarang, baik Ramadhan maupun Warni tak lagi punya pekerjaan tetap.
Ancaman berbagai penyakit, seperti diare dan infeksi saluran pernapasan akut, menurut Warni, kini memang tak lagi menghantui keluarganya. Kesulitan air bersih dan kumuhnya permukiman tak lagi jadi masalah.
Namun, tinggal di pengungsian (shelter) bagi Warni dan Ramadhan kurang layak. Tanah di shelter didirikan bukan milik pengungsi korban gempa. Menurut Ramadhan, Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi (BRR) Nanggroe Aceh Darussalam-Nias sempat menjanjikan lahan untuk ditinggali para pengungsi.
"Pengungsi diminta mencari calon lahan yang akan ditempati, BRR yang mengurus pembeliannya. Rumah shelter yang ditinggali kini bakal dipindah ke lokasi itu," kata Ramadhan.
Hingga dua tahun setelah gempa, janji itu belum bisa direalisasikan oleh BRR. Masih ada 30 keluarga yang tinggal di shelter Lamcandika Pramuka.
"Orangtua dan anak perempuan biasanya tinggal di dalam kamar, sementara anak laki-laki di luar kamar," kata Warni.
Di belakang shelter, setiap pengungsi memodifikasi sendiri ruangan yang berfungsi sebagai dapur. Bekas tenda di pengungsian digunakan sebagai atap dapur. Untuk keperluan sanitasi, BRR membangun fasilitas tugu keran air dan mandi, cuci, kakus (MCK) di sekitar lokasi shelter.
Setahun sejak tinggal di shelter, para pengungsi sempat mempertanyakan kepastian tempat tinggal mereka ke BRR. Sayang, hingga kini badan yang bertanggung jawab terhadap proses rehabilitasi dan rekonstruksi di Nias ini hampir tak dipercayai lagi oleh pengungsi.
Dengan nada putus asa, Ramadhan mengatakan, kini dia dan banyak pengungsi lain tak percaya lagi dengan janji-janji BRR. Ia merasa tak nyaman tinggal di shelter yang dibangun di atas tanah bukan miliknya.
Masrifa ingin keluarganya kembali hidup normal seperti sebelum gempa mengguncang Nias. Kalaupun BRR ingin membantu, menurut Masrifa, seharusnya mereka berpikir bagaimana para pengungsi ini mendapatkan kembali pekerjaannya.
Menurut Manajer Komunikasi dan Informasi Publik BRR Perwakilan Nias Emanuel Migo, BRR kesulitan mengatasi pengungsi yang dulunya tak memiliki rumah. Menurut dia, BRR tak mungkin membeli tanah karena rekonstruksi di Nias bersifat merekonstruksi bangunan yang hancur akibat gempa. "Kalau gempa kan tanahnya tetap ada," kata Migo.
Ia menuturkan, BRR saat ini tengah memikirkan solusi bagaimana korban gempa yang tak memiliki tanah tetap bisa mempunyai tempat tinggal permanen. Salah satunya memberikan skema pinjaman ke pengungsi untuk membeli tanah. Selanjutnya, BRR akan membantu membangun rumah bagi pengungsi setelah mereka mendapat tanah. "Sebenarnya kami tak boleh berpikir sampai sedetail itu, tetapi kami tengah mengusahakannya," kata Migo.

Saturday, March 24, 2007

Peringatan 2 Tahun Bencana Gempa Nias

Mengenang 2 tahun peristiwa Gempa Bumi dasyat di Kepulauan, 28 Maret 2007 BRR Perwakilan Nias mengadakan beberapa kegiatan pendukung sebagai berikut:
1. Pemasangan Spanduk Ajakan Agar Masyarakat Berpartisipasi dalam pembersihan lingkungan dan menyampaikan syukur atas berbagai kemajuan yang sama-sama telah kita lakukan hingga 2 tahun pasca bencana.
2. Pemutaran film di lapangan merdeka Gunungsitoli dan Teluk Dalam mengenai kemajuan rehabilitasi dan rekonstruksi dan film yang membangkitkan harapan lainnya.
3. Kunjungan media ke Nias dan Nias Selatan (3 hari), tanggal 28, 29, 30 Maret 2007. Media yang diundang adalah: Kompas, The Jakarta Post, Detik News, ANTARA, SIB, Analisa, Waspada dan Medan Bisnis.

BRR Perwakilan Nias menyatakan dukungan dna terima kasih kepada Pemkab Nias dan Nias Selatan, agency dan masyarakat Nias yang melaksanakan kegiatan peringatan 2 tahun bencana gempa.

Berikut jadwal kunjunga media ke Nias:
28-Mar-07
6.00 : 9.00
Ke Gunungsitoli dari Medan (Penerbangan Pertama)
9.00:10.00
Briefing mengenai kemajuan rehab-rekon dan konsep pembangunan Nias yg lebih baik (Kepala Perencanaan & Pengendalian T. Nirarta Samadhi, Ph.D)
10.00:13.00
Project Site Around Gunungsitoli
Group 1 (Infrastruktur)
Transportation infrastructures:Kemajuan yang signifikan dan upaya nyata mengatasi hambatan transportasi Nias (PPK Infrastruktur & Perumahan Buyung Sitompul)
Group 2 (Kesehatan)
Kesehatan Berjenjang dan rekonstruksi kesehatan (Konsultan Kesehatan Dr Astrid Kartika & Manager Sosial Fence Lase)
13.00:14.30
Makan siang/Istirahat
14.30:16.00
Lanjutan: Infrastruktur dan Kesehatan
16.00:18.00
Group 1 (Air Minum)
Pengembangan Air Minum (PPK PLP & Air Minum: Armansyah Siregar)
18.00:19.30
Makan malam/istirahat
19.30:11.00
Liputan Umum/Peringatan 2 Thn Gempa
Meliput kegiatan peringatan gempa yang diselenggarakan oleh Pemda Nias & agency lainnya (Staf PIC Eddy Lase)


29-Mar-07
7.30:9.00
Makan Pagi
9.00:13.00
Menuju Nias Selatan (Various)
Melihat kemajuan rekonstruksi sepanjang perjalanan menuju ke Nias Selatan (Staf PIC Eddy Lase dan Staf Umum Nisel Mukami Bali)
13.00:14.00
Makan Siang di Genasih
14.00:15.00
Menuju penginapan (sorake)
15.00:17.00
Group 1 (Pariwisata)
Potensi pariwisata pantai dan tradisi d Nias serta bantuan rekonstruksi (BRR Distrik Nisel: Waspada Wau)
Group 2 (Infrastruktur)
Kemajuan dan hambatan rekonstruksi di Nisel (Kepala Distrik Nisel: Siduhu Dachi)
17.00:19.00
Ramah tama dengan Kepala Distrik Nisel & Briefing strategi rekonstruksi Nisel (Kepala Distrik Nisel Siduhu Dachi)

30-Mar-07
7.30:8.30
Makan pagi
8.30:9.30
Kunjungan ke Sekitar Kota Teluk Dalam
Sumber berita alternatif di pemerintahan dan masyarakat
9.30:12.30
Ke Gunungsitoli
13.30:14.00
Wawancara Kepala BRR Perwakilan NiasWilliam P. Sabandar, Ph.D
Konfirmasi dan Rekonstruksi Nias selanjutnya
14.00: Ke Medan

Media yang diundang adalah: KOMPAS, ANTARA, DETIK NEWS, THE JAKARTA POST, SIB, ANALISA, WASPADA, MEDAN BISNIS.

Wednesday, March 21, 2007

Tanggapan Ika Christina Kepada Andre Vitchek

Berkaitan dengan artikel Andre Vitchek dengan judul "Indonesia: Bencana Alam atau Pembunuhan Masal" (Indonesia: Natural Disaster or Mass Murdes?) yang dimuat di berbagai media dan terjemahannya kami muat di sini, maka Ika Christina mengirim tulisan tanggapan dan meminta kemi memuatnya.
Berikut tanggapan Ika Christina kepada Andre Vitchek:


To: andre-wcn@usa.net
Subject: disaster in indonesia

Dear mr.andre vitchek
i have just read your writing for japan focus from email with the title: natural disaster or mass murder? thank you very much for your concern towards our country. thank you very very much to remind us that we, indonesians, have so much of problems. i'm sure by now, your writing has been traveling all around the globe through the net and yet by now, perhaps half of this planet citizen have noticed for hundred times that indonesia history until present has left nothing but a bad name.

dear mr.vitchek,
do you notice that indonesia is now moving onward to eliminate corruption, and it is now not anymore as the most corrupt country on earth?
do you know that tsunami, earthquake, and landslides has nothing to do with corruption nor with government corruption? they are natural disasters, and nature created by GOD. (all kids in indonesia know this very well!). quote in green highlight below is just to remind you of your writing:

in the wake of major earthquakes, tsunamis and landslides, citizens are encouraged to pray, instead of analyzing facts, particularly the facts of government failure and corruption.


Indonesia ?s press and mass media report every disaster in excruciating detail. But they fail to provide analysis to show that what is happening is extraordinary and intolerable, that probably no other major country is experiencing such devastating loss of human lives due to disasters that are either man-made, easily preventable, or subject to government action to minimize casualties

you are complaining for failure of analysis, but your writing have failed before reaching the analysis level. you make a very unsensible hypothesis of relationship between catastrophe and government failure. what kind of hypothesis is it?????

i assume you have never read any indonesian newspaper nor mass media. or maybe your understanding for bahasa indonesia is very little. i put pitty on you, since i have read so many articles about analysis and reviews on indonesian newspapers and magazines. let me inform you some of our prestigious mass media where you can find those articles / reviews: kompas, gatra, tempo. have ever heard of those media names? please inform me if you have trouble searching for them. i can send you some of my old magazines and newspapers if you want to.

dear mr.vitchek,
do you know the situation that indonesia is facing now is very common for a developing country? please stay at least for 5 years in philipina, bangladesh, and india, before you start moaning about indonesia. you will find that this "disaster" situation also happen in other countries. please allow me to remind you about american history, before america reached its glory for capturing saddam husein and ruining afganistan , by reading a paragraph below:

In the late 17 th and early 18 th century, a specific concept of corruption, what I called “systematic corruption,” crystallized in Britain and spread to the American colonies and France . Having identified the disease, all three societies spent a century or more designing and implementing constitutional reforms to protect their political system against systematic corruption.
(“The concept of systematic corruption in American History”, John Joseph Wallis, University of Maryland and National bureau of economic research, april 2005 – www.bsos.umd.edu/gvpt/apworkshop/wallis05.pdf )

have you ever anayzed this before????

so, mr.vitchek, once again i'm thanking you for your great concern towards our country. there are more i would love to discus with you. however, if I can beg you, i cry more for solution from you, to show how much you care for our country that is now famous due to your thoughtful writing.

looking forward to reading more of your writing, mr.vitcheck!

warm regards from indonesia,
ika christine.
(an indonesian)

Friday, March 16, 2007

BRR Nias Siapkan Rp 1,2 Triliun Bangun 4 Pelabuhan Laut dan Bandara Binaka

Written by Redaksi
Mar 15, 2007 at 08:48 AM
Medan (SIB)Tahun 2007 Badan Rehabilitasi & Rekonstruksi (BRR) Perwakilan Nias akan melelangkan.........
sejumlah proyek besar bidang infrastruktur di antaranya empat pelabuhan laut dengan total nilai Rp 50 miliar serta pengembangan lanjutan Bandara Binaka dan pembangunan Bandara Teluk Dalam dengan total nilai mencapai Rp 15 miliar. Sedangkan anggaran yang disiapkan BRR untuk tahun 2007 mencapai Rp 1,2 triliun untuk Kabupaten Nias dan Nias Selatan.Selain empat pelabuhan itu, BRR juga akan melelangkan pembangunan Pelabuhan laut Gunung Sitoli dengan nilai konstruksi mencapai Rp 80 miliar yang tendernya dilakukan dengan mengikutsertakan peserta dari luar negeri.Kepala BRR Perwakilan Nias William Sabandar mengungkapkan hal itu menjawab wartawan di Bandara Polonia, Rabu (14/3) sesaat akan bertolak ke Banda Aceh mengikuti pertemuan dengan BRR NAD.Menurutnya, empat pelabuhan yang akan dibangun itu masing-masing pelabuhan laut di Teluk Dalam, Sirombu, Pulau Tello dan Lolowau.Selain pembangunan sektor infrastruktur bidang transportasi itu, tahun 2007 ini katanya, BRR juga akan menggenjot program pemberdayaan ekonomi dengan menyalurkan kredit mikro. Untuk penyalurannya, kini tengah dijajaki kerjasama dengan bank-bank yang memiliki jaringan luas di Nias dan Nias Selatan di antaranya BRI dan Bank Sumut.Ia menargetkan BRR akan menyelesaikan pekerjaan jalan hingga akhir tahun 2007 hingga 50 persen dari sekira 400 kilometer total panjang jalan Propinsi di Pulau Nias. Ini terus dipacu agar sebelum berakhirnya masa tugas BRR di Nias tahun 2009 seluruh jalan Propinsi yang menjadi prioritas bisa mulus.Selain telah melaksanakan pembangunan dalam rangka rehabilitasi dan rekonstruksi itu, BRR kata William tetap melakukan pengawasan dan penindakan terhadap pihak-pihak yang terkait pelaksanaan pembangunan baik para kontraktor pelaksana hingga para jajaran BRR sendiri yang menangani langsung satuan kerja masing-masing. BRR Perwakilan Nias katanya juga tetap mengawasi para penerima aliran bantuan baik rumah, bantuan bibit maupun bantuan kredit mikro bagi usaha kecil menengah agar benar-benar tepat sasaran. Karena ternyata belakangan, banyak kasus yang didapati adanya penggandaan maupun manipulasi data korban dan nilai kerugian serta penerima bantuan itu bahkan bukan si korban.Di jajaran BRR sendiri ada beberapa kasus yang melibatkan kontraktor dan beberapa Kasatker yang telah ditindak dan dilanjutkan ke jalur hukum seperti dialami Kasatker Perumahan pada pertengahan tahun 2006 dan Kasatker Ekonomi pada akhir tahun 2006. “Jadi selain diputus kontraknya, para pelaku yang tak bertanggungjawab itu juga kita serahkan ke jalur hukum. Hanya saja kita terkadang tidak mengekspose penindakan itu ke publik,” ujarnya. Selain itu, PT Adhi Karya selaku BUMN bergerak bidang konstruksi juga telah ditegur oleh Pengawas BRR Letjen (Purn) TB Silalahi karena mengalami keterlambatan selama 3 bulan dalam menyelesaikan pembangunan 4 unit jembatan yang panjang totalnya 300 meter. Pekerjaan itu yang dimulai pertengahan tahun 2006 itu kata William, ditargetkan selesai akhir Desember 2006, tetapi molor. Memang lanjutnya, keterlambatan pekerjaan itu diakibatkan dua faktor yakni adanya kekurangan material atau bahan dan adanya kerusuhan masyarakat sekitar. “Untuk itu pak TB Silalahi kemarin di Jakarta telah mengultimatum agar Adhi Karya harus menyelesaikan paling lambat 4 April 2007 mendatang. Kalau terlambat akan didenda, bahkan kalau terlambat sampai 50 hari maka Adhi Karya siap diputus kontraknya,” ujar William yang dalam pertemuan itu ikut mendampingi TB Silalahi.Pak TB Silalahi kata William juga mengingatkan PT Adhi Karya selaku BUMN agar memberi contoh yang baik bagi kontraktor-kontraktor dalam melaksanakan seluruh pekerjaan yang dimenangkannya. (B3/y)

BRR Nias akan Tenderkan Pembangunan 4 Pelabuhan

Tender Pelabuhan Gunung Sitoli Diumumkan Secara InternasionalKamis, 15-03-2007
*hisar hasibuan MedanBisnis – Medan Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi (BRR) Nias akan menenderkan pembangunan empat pelabuhan di Nias. Sementara satu lagi pelabuhan yang akan dibangun di Gunung Sitoli, Kabupaten Nias, akan ditenderkan secara internasional.Kepala BRR-Nias, William Sabandar, mengatakan hal itu kepada wartawan di Bandara Polonia, Rabu (14/3). “Keempat pelabuhan tersebut akan dibangun di daerah Lahewa di Kabupaten Nias, Teluk Dalam, Sirombu dan Pulau Telo di Kabupaten Nias Selatan pada tahun ini. Total nilai proyek tersebut di atas Rp 50 miliar,” jelasnya. Sedangkan satu pelabuhan dengan total nilai proyek mencapai Rp 80 miliar akan dibangun di Gunung Sitoli. Khusus untuk pelabuhan ini, pengumuman tender akan dilakukan secara internasional. William mengatakan, pembangunan pelabuhan tersebut merupakan bagian dari prioritas pembangunan infrastruktur khusus sektor transportasi. Namun belum diketahui pada bulan berapa tender itu akan diumumkan. Selain pelabuhan, BRR-Nias juga akan mengalokasikan dana sebesar Rp 8 miliar untuk pengembangan Bandara Binaka di Kabupaten Nias. Sementara di Kabupaten Nias Selatan akan dibangun bandara dengan nilai Rp 7 miliar untuk pembangunan tahap pertama. “Untuk infrastruktur jalan di Nias, hingga akhir tahun 2007, kita menargetkan 50% dari total panjang jalan propinsi sekitar 400 kilometer sudah diaspal hotmix. Sampai saat ini, jalan yang sudah diperbaiki dan mendapat aspal hotmix masih berkisar 25%,” ujarnya.Sepanjang tahun 2006 lalu, beberapa kontraktor bidang perumahan, satu tenaga konsultan juga telah menjalani proses hukum. Hal ini dilakukan karena kontraktor tersebut telah membangun rumah yang tidak layak dan tidak sesuai dengan kriteria yang ditetapkan BRR-Nias.“Selain itu, satu orang mantan kepala satker bidang ekonomi juga telah ditahan aparat berwajib. Penahanan tersebut terkait dengan kasus pembuatan perahu nelayan dengan nilai kontrak Rp 5 miliar,” ujarnya. Peringatkan PT Adi KaryaWilliam juga mengatakan, dewan pengawas BRR NAD-Nias juga telah memperingatkan PT Adi Karya untuk segera menyelesaikan pembangunan empat jembatan di Kecamatan Lolowau, Nias Selatan. “Seharusnya pembangunan 1 jembatan gearder dan 3 jembatan beton tersebut sudah selesai pada akhir Desember 2006 lalu. Namun sampai sekarang belum selesai. Dewan pengawas BRR NAD-Nias akhirnya memanggil direktur utama perusahaan tersebut,” ujarnya.Lebih lanjut dikatakan, Dirut PT Adi Karya telah mengakui adanya keterlambatan tersebut. Pihaknya juga kemudian telah mengganti jajaran manajer proyek lapangan dan memperbaiki kinerjanya. “Dewan pengawas kemudian memperpanjang waktu pembangunan jembatan hingga April 2007. Jika dalam waktu tersebut, tidak selesai, maka perusahaan itu akan dikenakan denda. Dirut PT Adi Karya sudah berjanji untuk menyelesaikan pembangunan jembatan sesuai dengan waktu yang diberikan,”tegasnya.

Thursday, March 15, 2007

BENCANA ALAM ATAU PEMBUNUHAN MASSAL?

Oleh: Andre Vitchek [*]

Lain hari, terjadi lagi kehilangan nyawa yangsesungguhnya tidak perlu: 16 orang terbunuh dan 16orang masih hilang pada saat banjir dan longsor diTahuna, sebuah pulau kecil dekat Sulawesi.Dengan kecepatan yang mengerikan, Indonesia telahmenggantikan Bangladesh dan India sebagai bangsa yangpaling rentan bencana di dunia. Jika nama Indonesiamuncul pada daftar judul utama di berita Yahoo, besarkemungkinan telah terjadi lagi suatu tragedi besaryang sesungguhnya tidak perlu terjadi di salah satupulau dari kepulauan yang tersebar luas ini.Pesawat terbang hilang atau tergelincir di landasanpacu, kapal-kapal ferry tenggelam atau rontok dilautan bebas, kereta api bertabrakan atau tergelincirsatu kali seminggu, penumpang yang tak berkarcisberjatuhan dari atap yang berkarat. Tumpukan sampahyang berbau busuk dan tidak diatur telah menimbunkelompok pemulung yang tak berdaya, tanah longsortelah menghanyutkan rumah-rumah kardus ke anak-anaksungai, gempa bumi serta gelombang pasang telahmenghancurkan kota-kota serta desa-desa pantai.Kebakaran hutan di Sumatra telah menyesakkan nafaspenduduk di daerah yang luas di Asia Tenggara.Ruang lingkup bencana sebesar ini tidak pernah terjadisebelumnya dan sungguh aneh jika mengabaikannnyasekedar sebagai nasib jelek bangsa atau amarah Tuhanataupun karena amarah alam belaka. Sebagian besarbencana ini harus dipersalahkan pada korupsi,inkompetensi atau sekedar ketidakacuhan dari kelompokelite yang sedang berkuasa dan para pejabatpemerintah. Adalah kemiskinan, minimnya projek untukkepentingan umum, dan kegemaran [para pejabat untuk ]mencuri yang membunuh ratusan ribu prya, wanita sertaanak-anak Indonesia yang tidak berdaya.Sejak kudeta militer dalam tahun 1965 yang disponsoriAmerika Serikat yang menjatuhkan Sukarno, danmenaikkan rezim militer yang sangat anti komunis,korup, dan pro pasar dari diktator Suharto, Indonesiaterhindar dari pengawasan yang sungguh-sungguh darimedia dan pemerintahan negara-negara Barat. Setelahjatuhnya Suharto dalam tahun 1998, Indonesia dipujioleh media massa sebagai suatu demokrasi yang sedangtumbuh dan semakin toleran.Sebagian dari bencana ini adalah buatan manusia; [dan]hampir semuanya malah bisa dicegah. Dalam penelusuranyang lebih cermat semakin jelas terlihat bahwaorang-orang mati karena hampir tidak ada upayapencegahan, kurangnya pendidikan (Indonesia merupakannegara yang ketiga paling rendah prosentase GDPanggaran pendidikannya sesudah Equatorial Guinea danEcuador) dan suatu sistem ekonomi pro pasar yang buasyang membiarkan sekelompok kecil orang kaya untukmemperkaya dirinya sendiri di atas penderitaan orangbanyak yang hidup dengan biaya kurang dari dua dollarsehari.Kesimpulan yang dapat ditarik terhadap bagaimanaberfungsinya masyarakat Indonesia bisa sangatmengerikan. Namun, menghindari pengungkapan hal initidak diragukan lagi akan menyebabkan jatuhnya korbannyawa yang berharga dari ratusan ribu manusia.Indonesia didorong oleh semangat mencari untung dalambentuknya yang paling ekstrim. Ia juga merupakan salahsatu dari bangsa yang paling korup di muka bumi. Dankelihatannya tidak ada keuntungan cepat yang dapatdiperoleh dari mengambil langkah-langkah preventif.Dimanapun dunia, bendungan dan dinding anti-tsunamidipandang sebagai pekerjaan umum dan justru perkataan–umum—yang telah hampir lenyap dari kamus mereka yangmembuat keputusan di Indonesia.Keuntungan berjangka pendek bagi sekelompok khususorang diberikan prioritas yang lebih tinggi darikemanfaatan berjangka panjang bagi seluruh bangsa.Keruntuhan moral dari bangsa ini terbayang dalam skalanilai: orang korup tapi kaya memperoleh penghormatanyang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan mereka yangjujur tapi miskin.Tenggelamnya kapal-kapal ferry bukanlah “karena anginkencang dan ombak”; kapal-kapal itu tengelam karenapenih sesak oleh penumpang dan karena perawatan yangburuk. Semuanya bisa dijadikan uang, bahkankeselamatan ribuan penumpang.Perusahaan-perusaha an hanya ingat terhadapkeuntungannya sendiri, sedangkan para pengawas daripemerintah hanya memperhatikan uang suap belaka.Tenggelamnya kapal Senopati Nusantara dengan ratusankurban dan disiarkan secara luas itu hanyalah salahsatu dari ratusan kecelakaan laut yang terjadi setiaptahun di Indonesia. Walaupun tidak bisa diperolehangka statistik yang pasti (dengan alasan yang dapatdiduga, yaitu karena pemerintah Indonesia berusahasekeras-kerasnya untuk mencegah dipublikasikannyastatistik komparatif secara lengkap), beberapa rutepelayaran kehilangan lebih dari tiga kapal setiaptahun.Catatan keamanan dari industri penerbangan Indonesiamerupakan salah satu yang paling buruk di dunia. Sejaktahun 1997, sekurang - kurangnya 666 orang telahmeninggal dalam delapan kecelakaan pesawat diIndonesia. Latihan terhadap beberapa orang pilotsedemikian buruknya sehingga pesawat seringtergelincir di landasan pacu atau sama sekali tidakbisa menemukan landasan, atau [malah] mendarat dibagian tengah landasan.Pemeliharaan pesawat adalah masalah lainnya: flapssering tidak berfungsi sama sekali; roda tidak dapatdimasukkan setelah take-off, ban yang jarang diganticenderung meletus pada saat mendarat. Sungguhmerupakan suatu keajaiban bagaimana beberapa pesawat –khususnya pesawat tua Boeing 737 yang diterbangkanoleh hampir semua perusahaan penerbangan Indonesiabisa lolos dari inspeksi.Setelah mewawancarai pejabat penerbangan sipil lokal(yang jelas namanya tidak mau disebutkan) wartawanAnda mengetahui bahwa sistem navigasi dari beberapabandar udara Indonesia berada dalam keadaan yangamburadul, terutama bandar udara Makasar di Sulawesidan Medan di Sumatra.Rata-rata, telah terjadi satu kecelakaan kereta apisetiap enam hari di Indonesia, umumnya disebabkankarena kurangnya penjagaan pada 8000 lintasan keretaapi. Sebagai perbandingan, kereta api Malaysia tidakpernah mengalami kecelakaan fatal selama 13 tahunsampai tahun 2005 ( kecelakaan terjadi tahun 2006,yang statistiknya bisa diperoleh).Walaupun kenyataan menunjukkan bahwa Indonesia secararelatif mempunyai jumlah mobil per kapita yang kecil,namun jalan-jalannya merupakan jaringan jalan yang“paling banyak digunakan” di dunia (hanya nomor duasetelah Hongkong yang bukan merupakan negara): 5.7juta kenderaan-km per tahun dari jaringan jalan.(2003, The Economist World in Figures, 2007 Edition).Menurut The Financial Times, walaupun kepadatan yangluar biasa serta lalu lintas yang bagaikan merangkakini, lebih dari 80 orang tewas setiap hari dijalan-jalan Indonesia, umumnya disebabkan oleh karenaamat buruknya infrastruktur dan amat lemahnyapenegakan hukum.Gempa bumi belaka tidaklah membunuh manusia. Faktorpenyebab banyaknya jatuh korban adalah buruknyakonstruksi rumah serta bangunan, bersamaan dengankurangnya upaya preventif dan pendidikan preventif.Sudah menjadi pengetahuan umum bahwa Indonesia rentanterhadap bencana; bahwa ia berada di kawasan yangdisebut sebagai ‘lingkaran api’ (ring of fire). Namunkaum miskin tidak bisa mengharapkan adanya proyekperumahan umum yang mampu menahan gempa (seperti yangdibangun di negara tenggara Malaysia). Hampir setiapkeluarga harus mngurus nasibnya sendiri: mereka harusmeracnang dan mendirikan tempat tinggalnya sendiri.Gempa besar membunuh ratusan orang, kadang-kadangribuan orang, dan menyebabkan ratusan ribu orangkehilangan rumah mereka. Sekurang-kurangnya 5.800orang meninggal dan 36.000 luka-luka pada tanggal 27Mei 2006 sewaktu gempa berkekuatan 6.2 skala Richtermenghantam daerah Jawa Tengah dekat kota bersejarahYogyakarta. Infrastruktur yang primitif, fasilitasmedia yang tidak memadai, dan korupsi yang terjadipada saat pendistribusian bantuan merupakan faktoryang menyebabkan tingginya jumlah korban pada saatterjadinya goncangan.Pembabatan hutan secara tidak sah (illegal logging)dan penggundulan hutan merupakan alasan utamaterjadinya tanah longsor. Semua orang tahu siapa yangbertanggung jawab terhadap terjadinya kebakaran hutandi Sumatera dan di tempat-tempat lain, tetapi parapejabat pemerintah enggan sekali melakukanpenangkapan, oleh karena mereka yang bertanggung jawabterhadap penggundulan hutan tersebut biasanya kayaraya dan mempunyai koneksi dengan negara dimana bahkankeadilan bisa dijual.Demikian banyak bentuk penyelesaian terhadapmasalah-masalah ini, termasuk penegakan hukum,inspeksi dan upaya untuk mencari nafkah alternatifbagi masyarakat yang sedemikian putus asanya, sehinggamereka secara harfiah terpaksa ikut serta menggalilubang kuburnya sendiri dengan menghancurkanlingkungan, yang selanjutnya menghancurkan seluruhmasyarakat itu sendiri. Namun hampir tidak ada yangdilakukan sama sekali, oleh karena pembabatan hutansecara tidak sah merupakan bisnis raksana dan sangatmenguntungkan, yang dapat mengisi demikian banyaktelapak tangan yang menunggunya dengan sukacita.Bulan lalu, beberapa puluh orang terbunuh kaena tanahlongsor dan banjir bandang di bagian utara pulauSumatra, yang memaksa 400.000 oang terpaksa mengungsidari rumah mereka. Pada bulan Juni 2006, banjir dantanah longsor yang disebabkan oleh hutan lebat telahmenewaskan lebih dari 200 orang di provinsi SulawesiSelatan.Gelombang raksasa, yang terkenal sebagai tsunami,telah menewaskan lebih dari 126.000 orang di provinsiAceh pada bulan Desember 2004. Bukan saja reaksi daripemerintah Indonesia dan militernya amat lamban,sebagian besar dari bantuan luar negeri yang amatbanyak itu lenyap karena korupsi. Jangankan membantukorban, banyak anggota tentara Indonesia memerassogokan dari lembaga-lembaga bantuan dan merusakperbekalan atau air minum yang berharga jika sogokantidak dibayar.Dalam suatu kasus menyolok tentang perampasan tanaholeh pemerintah, banyak korban dihambat pulang ketanahnya sendiri, sedangkan anak-anak dipisahkansecara paksa dari orang tuanya (karena kehilangansertifikat kelahiran) dan ‘diadopsi’ olehorganisasi-organisa si keagamaan; beberapa diantaranya menjadi korban perdagangan manusia (humantraficking).Lebih dari dua tahun setelah terjadinya tragedi yangmenghancur- luluhkan Aceh ini, ratusan ribu orangmasih tinggal di rumah-rumah darurat. Masih banyakkorban tsunami lainnya, yang menghantam pantai Jawaselatan pada tanggal 17 Juli 2006 yang masih menunggubantuan yang berarti. Menurut angka-angka resmi,sebanyak 600 orang tewas, namun angka yang sebenarnyahampir pasti jauh lebih tinggi. Pejabat-pejabatIndonesia telah menerima peringatan dini dari Jepangnamun tidak ada bertindak, kemudian mengatakan bahwatidak banyak yang dapat diperbuat karena daerahtersebut tidak dilengkapi dengan sirene atau pengerassuara.Indonesia sering menderita berbagai jenis bencanabuatan manusia yang sungguh sukar untuk dimengerti dandiperbandingkan dengan apapun juga. “Banjir lumpur”baru-baru ini telah menenggelamkan demikian banyakdesa di [Sidoarjo]. Bencana itu terjadi karena tidakdipatuhinya prosedur secara wajar oleh suatuperusahaan eksplorasi gas (yang sebagian sahamnyadimiliki oleh salah seorang menteri kabinet).“Kecelakaan” ini telah menyebabkan lebih dari 10.000orang menjadi pengungsi, dan merendam lebih dari 1.000are tanah dengan lumpur panas, menghancurkansatu-satunya jalan raya dari Surabaya serta jalankereta api utama.Sampah telah menguburkan suatu desa pemulung miskinpada sebuah penimbunan sampah tanpa izin di luar kotaBandung. Banyak lagi kejadian seperti itu, tapi daftarlengkap akan memerlukan banyak sekali halaman suratkabar, bahkan mungkin suatu buku yang khusus ditulistentang hal itu.Masalahnya adalah: kapankah rakyat Indonesia akanberkata bahwa sudah cukup apa yang terjadi itu dankapankah mereka akan menuntut pertanggungjawaban dankeadilan, angka-angka statistik yang benar, dan ‘cetakbiru’ yang konkrit untuk menyelesaikannya? Hampir disemua negara, dua bencana yang terjadi baru-baru ini –peristiwa tenggelam yang mengerikan dari kapan ‘SatriaNusantara” dan ‘hilang’-nya pesawat Boeing 737 AdamAir dengan 102 penumpang – sudah lebih dari cukupuntuk memaksa menteri kabinet untuk mengundurkan diri.Di Indonesia, kedua tragedi ini dipandang (atauditampilkan) hanya sebagai suatu nasib buruk lainnyabelaka tanpa meminta pertanggung- jawaban atauakuntabiltas siapa pun juga.Pers dan media massa Indonesia telah melaporkan secaradetail masing- masing dan setiap bencana itu. Tetapimereka gagal untuk menegaskan bahwa apa yang terjadiitu adalah suatu keadaan luar biasa dan tidak dapatditoleransi, bahwa mungkin tidak ada negara besarlainnya di dunia yang mengalami demikian banyak korbanmanusia yang tidak semestinya terjadi karena bencanabuatan manusia atau bencana yang sesungguhnya bisadicegah.Upaya mengaitkan demikian banyak bencana dengankorupsi dan sistem sosial ekonomi telah ditolak samasekali. Surat kabar Indonesia terkemuka Jakarta Post,baru-baru ini memberangus komentar ini, dan menolakmenerbitkannya di halaman-halamannya.Sejak Desember 2004, Indonesia telah kehilangansekitar 200 ribu orang rakyatnya dalam berbagaibencana, tidak termasuk kecelakaan mobil di jalan rayadan konflik bersenjata yang terjadi di seluruhkepulauan Indonesia. Jumlah itu lebih besar darijumlah korban di Irak pada saat yang sama, juga lebihbesar dari korban yang jatuh di Sri Langka atau diPeru selama perang saudara yang demikian lama.Sungguh, banyak orang Indonesia yang hidup dalamkeadaan berbahaya dan penuh risiko seperti mereka yanghidup di daerah yang tercabik- cabik oleh perang.Sebagian besar mereka tidak menyadarinya, oleh karenastatistik komparatif atau tidak tersedia atau telahditekan. Indonesia adalah miskin, tetapi masih beradadalam posisi untuk melindungi sebagian dari warganyayang rentan. Masalah utama adalah tidak adanyakehendak politik (political will).Cukup banyak semen dan batu bata untuk membuatbendungan dan dinding untuk menghambat tsunami, untukmemperkuat bukit-bukit di sekitar kota-kota, yangterancam akan dikuburkan oleh tanah longsor. Suatupenglihatan sekilas di sekitar Jakarta berlusin-lusinshopping malls baru dibangun di beberapa tempat,dimana istana-istana mewah dari pejabat-pejabat yangkorup telah memakan berhektar-hektar tanah.Keengganan untuk menyelesaikan masalah mempunyaiakarnya pada korupsi. Badan-badan usaha sertapejabat-pejabat lokal telah mengembangkan kemampuankhusus untuk mengeruk keuntungan dari apa pun juga,bahkan dari bencana dan dari pederitaan berjuta-jutarakyatnya sendiri.Dalam kalimat sederhana, korupsi adalah pencurian daripublik. Tetapi jika korban yang harus dibayar harusdihitung dengan hilangnya ratusan ribu nyawa, iamenjadi pembunuhan massal.[*] Penulis seorang novelis, jurnalis, produser film,salah seorang pendiri dari Mainstay Press(www.mainstaypress. org), Senior Fellow pada OaklandInstitute (www.oaklandinstitu te.org). Saat ini iatinggal dan bekerja di Asia Tenggara dan bisadihubungi pada alamat email andre-wcn@usa. net. Naskahaslinya berjudul “Indonesia: Natural Disasters or MassMurder?”, dimuat dalam International Herald Tribunedan The Financial Times, 12 Februari 2007, dikirimkanvia e-mailoleh Duta Besar RI di Ceko, Prof Dr Salim Said,MA,MAIA, dan diterjemahkan oleh Dr. Saafroedin Bahar,Komnas HAM.